Sabtu, 10 Mei 2014

BAB 8
Bahasa yang Nalar
8.1 Pengantar
            Seorang jurnalis atau wartawan hanya harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang yang ditemukan dalam masyarakat. Masalahnya, bagaimana jika fakta-fakta yang ditemukan dalam satu kejadian tidak nalar, apakah perlu disampaikan apa adanya atau perlu dikoreksi. Artinya, si wartawan perlu memperbaiki hal tidak nalar tersebut. Yang dimaksud dengan nalar adalah logis, masuk kak, atau dapat diterima logika. Salah nalar itu biasanya bersumber dari empat hal, yaitu salah dalam hal:
a.       Menarik kesimpulan umum (induksi)
b.      Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
c.       Menarik persamaan (analogi)
d.      Memberi alasan (argumen)
8.2 Kesimpulan Umum (Induktif)
            Kesimpulan Umum (Induktif) adalah kesimpulan yang ditarik harus berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi kesimpulan. Misalnya ada fakta bahwa cakalang bernapas dengan insang, bandeng bernapas dengan insang, tongkol bernapas dengan insang, dan sejumlah ikan lain juga bernapas dengan insang. Tentang Lumban-lumba, paus, dan pesut bernapas dengan paru-paru, para ahli biologi menyatakan bahwa ketiganya bukan, melainkan mamalia. Kesimpulan umum di atas bahwa ikan bernapas dengan insang adalah sah dan benar. Perhatikan contoh berikut:
a.       Orang Indonesia itu malas
b.      Orang Cina suka menyuap pejabat
c.       Polisi jalan raya suka mengompas sopir angkutan umum
Agar pernyataan di atas menjadi nalar, sebaiknya ditambahkan kata keterangan lain, sehingga menjadi:
a.       Banyak orang Indonesia yang malas
b.      Beberapa orang Cina suka menyuap pejabat
c.       Sejumlah polisi jalan raya sering mengompas sopir angkutan umum


8.3 Kesimpulan Khusus (Deduksi)
            Kesimpulan khusus (deduksi) ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK). Pernyataan yang bersifat umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan khusus disebut premis minor. Contoh:
                                    PU       : Semua dokter tulisannya jelek
                                    PK       : Ayah saya seorang dokter
                                    Jadi      : Ayah saya tulisannya jelek
            Kesimpulan “Ayah saya tulisannya jelek” adalah logis dan sah.
                                    PU       : Semua dokter tulisannya jelek
                                    PK       : Ayah saya tulisannya jelek
                                    Jadi      : Ayah saya seorang dokter
            Kesimpulan “Ayah saya seorang dokter” tidak sah dan tidak logis. Karena tidak semua orang yang tulisannya jelek adalah dokter.
8.4 Persamaan (Analogi) yang salah
            Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
a.       Untuk ketertiban kampus Rektor harus bertindak seperti seorang jenderal menguasai anak buahnya agar disiplin bisa dipenuhi.
b.      Hidup ini bagai orang mampir ke warung, begitu kebutuhan terpenuhi, Ia segera meninggalkannya
c.       Negara ibarat kapal yang menuju tujuannya. Jika nakhoda setiap kali harus memungut sura sebelum menentukan arahnya, kapal itu tak kunjung sampai tujuann. Karena itu, demokrasi dalam tata negara pun tidak terlaksana.
8.5  Kesalahan Argumentasi
Argumen adalah alasan untuk membenarkan satu pernyataan. Contoh:
a.      Kalau Anda senang memancing tentu Anda akan senang tinggal di daerah ini karena rawa-rawa dan sungainya banyak ikannya.
b.      Kalau Anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena tanahnya subur dan pemandangannya indah.
Alasan pada kalimat (a) adalah benar, tetapi alasan pada kalimat (b) tidak benar.

BAB 10
Masalah Bahasa Lainnya
10.1 Pengantar
            Dalam bab ini akan dibicarakan beberapa masalah lain berkaitan dengan bahasa jurnalistik, yaitu tentang kata-kata penat (tired words), kerancuan (kontaminasi), upaya hemat kata melalui ejaan, dan masalah jurnalistik untuk radio dan televisi.
10.2 Kata Penat
            Kata penat adalah istilah yang dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata Inggris tired words, yakni berkaitan dengan kata-kata yang sangat sering digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan sering menjadi penat dan letih dibuatnya. Rosihan Anwar dalam bukunya Ihwal Jurnalistik (1974) memberi contoh kata “dalam rangka”sebagai kata penat. Lebih hebat lagi kata “dalam rangka” digunalan dalam teras berita. Ada sejumlah kata penat yang digunakan pada paragraf berikutnya seperti kata-kata,
a.       Sementara itu
b.      Dalam pada ini
c.       Perlu diketahui
d.      Dapat ditambahkan
e.       Selanjutnya
f.       Kemudian daripada itu
Memang dalam setiap karangan, apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata atau ungkapan yang menghubungkannya. Namun jika yang digunakan selalu ungkapan atau kata-kata yang sama maka akan menimbulkan kebosanan. Dalam KWL 1978 di Jakarta telah disepakati untuk menjauhkan diri dari kata-kata penat tersebut, tetapi kesepakatan tersebut kini dilupakan dan terlebih lagi kata-kata penat tersebut digunakan wartawan baru.



10.3 Kerancuan (kontaminasi)
            Kerancuan atau kontaminasi adalah pencampuran dua ungkapan (konstruksi bahasa) yang terjadi atau dilakukan tanpa disadari, akibatnya bentuk ungkapan tersebut menjadi kacau. Contoh kontaminasi yang harus dihindari yaitu:
a.       Untuk sementara waktu à rancu karena kata “sementara” bermakna waktu
b.      Sementara orang à rancu karena seharusnya diganti “beberapa orang” atau “sejumlah orang”.
c.       Selain daripada itu à semestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”.
d.      Dan lain sebagainya à mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”.
e.       Berhubung karena à rancu karena seharusnya “berhubung dengan” atau “karena”
f.       Demi untuk à rancu karena gunakan saja salah satu karena maknanya sama
g.      Agar supaya à rancu karena sebaiknya gunakan saja salah satu karena maknanya sama
10.4 Hemat Kata Melalui Ejaan
            Rosihan Anwar (1991) punya gagasan bahwa kita dapat melakukan penghematan melalui ejaan. Contoh:
           Hadlir              menjadi           hadir
           bathin              menjadi           batin
           mitsal               menjadi           misal
           syukur             menjadi           sukur
10.5 Bahasa Jurnalistik Radio dan Televisi
            Dalam bahasa lisan yang disiarkan oleh radio tidak ada tanda baca, melainkan adanya intonasi kalimat, tekanan kata, nada dan aksen. Jika berita dalam media cetak dapat kita tangkap secara visual, dan berita dari radio kita tangkap secara audial, maka untuk berita dalam televisi dapat kita tangkap secara audiovisual. Artinya dapat kita lihat sekaligus kita dengarkan pembaca beritanya. Mark W Hall (dalam Rosihan Anwar 1991) mengatakan perbedaan pokok antara jurnalistik cetak dan jurnalistik siaran adalah yang pertama ditujukan untuk mata dan yang kedua ditujukn untuk telinga. Oleh karena itu dia membedakan antara see copy naskah untuk dilihat dan hear copy naskah untuk didengar. Bahasa untuk hear copy antara lain:

a.       Dalam gaya percakapan (conversational style)
b.      Dengan kalimat-kalimat yang pendek dan lugas, atau to the point
c.       Menghindarkan susunan kalimat terbalik (inverted sentence)
d.      Mengusahakan agar subjek dan predikat letaknya berdekatan

Suwardi Idris (1978) memberi pedoman bahwa bahasa televisi hendaknya:
a.       Sederhana, tidak bercampur dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kurang dikenal oleh rata-rata penontonnya
b.      Menggunakan kalimat-kalimat pendek langsung pada sasaran, tidak berbelit-belit
c.       Menghindarkan pemakaian kalimat terbalik (inverted sentence)
d.      Mengusahakan sedapat mungkin agar subjek dan predikat letaknya berdekatan. Jika letak subjek dan predikat berjauhan karena diselingi oleh sejumlah keterangan,dapat mengacaukan perhtian penonton.

BAB 11
Memburu dan Menyajikan Berita
11.1 Pengantar
            Tugas pokok seorang jurnalis adalah memburu dan menyajikan berita sampai berita itu tersiarkan entah melalui media cetak maupun media elektronik. Berkaitan dengan itu terdapat dua kompetensi penting yang harus dikuasai, yaitu kompetensi pencarian berita dan kompetensi penyajian berita.
11.2 Memburu Berita
            Tugas pertama seorang wartawan adalah memburu, mencari, atau menemukan berita. Seorang wartawan harus mengumpulkan fakta-fakta terkait peristiwa yang terjadi. Caranya adalah dengan melakukan observasi atau wawancara. Observasi dilakukan dengan mendatangi langsung ke TKP (tempat kejadian perkara). Jika terlambat wartawan tersebut dapat melakukan wawancara dengan orang-orang yang ada di TKP. Fakta-fakta yang dikumpulkan harus sesuai dengan unsur-unsur What, who, when, where, Why, dan How.
           
Mengumpulkan fakta dengan cara wawancara merupakan cara berikutnya. Apa yang ingin diwawancarakan tergantung dengan berita yang akan disampaikan. Pewawancara harus mampu memilih pertanyaan yang baik. Artinya pertanyaan yang akan diajukan harus dipilih sesuai dengan siapa yang akan diwawancarai agar proses wawancara berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
11.3 Menyajikan Berita
            Fakta-fakta yang sudah terkumpul baik dalam bentuk catatan kecil ataupun rekaman harus diolah terlebih dahulu, disajikan menjadi naskah yang akan dicetak atau dimuat dalam surat kabar atau majalah. Dalam penyusunan naskah berita, pertama-tama kita rumuskan judul terlebih dahulu. Selanjutnya menyusun paragraf pertama yang merupakan teras berisi “sari” dari isi berita tersebut. Setelah paragraf pertama yang merupakan intisari berita selesai, maka dapat dilanjutkan dengan paragraf-paragraf berikutnya. Antara paragraf satu dengan paragraf lainnya haruslah memiliki keterkaitan, ada penghubungan yang disebut transition atau peralihan.
            Kompetensi untuk dapat memburu fakta-fakta berita, dan dapat menyajikan naskah-naskah berita tidak dapat diperoleh dengan instan, tetapi harus dilakukan dengan latihan atau kerja terus-menerus.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar