BAB 8
Bahasa yang Nalar
Bahasa yang Nalar
8.1 Pengantar
Seorang jurnalis atau wartawan hanya
harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang yang ditemukan dalam masyarakat.
Masalahnya, bagaimana jika fakta-fakta yang ditemukan dalam satu kejadian tidak
nalar, apakah perlu disampaikan apa adanya atau perlu dikoreksi. Artinya, si
wartawan perlu memperbaiki hal tidak nalar tersebut. Yang dimaksud dengan nalar
adalah logis, masuk kak, atau dapat diterima logika. Salah nalar itu biasanya
bersumber dari empat hal, yaitu salah dalam hal:
a.
Menarik kesimpulan umum (induksi)
b.
Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
c.
Menarik persamaan (analogi)
d.
Memberi alasan (argumen)
8.2 Kesimpulan Umum
(Induktif)
Kesimpulan Umum (Induktif) adalah
kesimpulan yang ditarik harus berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi
kesimpulan. Misalnya ada fakta bahwa cakalang bernapas dengan insang, bandeng
bernapas dengan insang, tongkol bernapas dengan insang, dan sejumlah ikan lain
juga bernapas dengan insang. Tentang Lumban-lumba, paus, dan pesut bernapas
dengan paru-paru, para ahli biologi menyatakan bahwa ketiganya bukan, melainkan
mamalia. Kesimpulan umum di atas bahwa ikan bernapas dengan insang adalah sah
dan benar. Perhatikan contoh berikut:
a.
Orang Indonesia itu malas
b.
Orang Cina suka menyuap pejabat
c.
Polisi jalan raya suka mengompas sopir
angkutan umum
Agar pernyataan di atas
menjadi nalar, sebaiknya ditambahkan kata keterangan lain, sehingga menjadi:
a.
Banyak orang Indonesia yang malas
b.
Beberapa orang Cina suka menyuap pejabat
c.
Sejumlah polisi jalan raya sering
mengompas sopir angkutan umum
8.3 Kesimpulan Khusus
(Deduksi)
Kesimpulan khusus (deduksi) ditarik
dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK). Pernyataan yang
bersifat umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan khusus disebut premis
minor. Contoh:
PU : Semua dokter tulisannya jelek
PK : Ayah saya seorang dokter
Jadi : Ayah saya tulisannya jelek
PK : Ayah saya seorang dokter
Jadi : Ayah saya tulisannya jelek
Kesimpulan “Ayah saya tulisannya jelek” adalah logis dan
sah.
PU : Semua dokter tulisannya jelek
PK : Ayah saya tulisannya jelek
Jadi : Ayah saya seorang dokter
PK : Ayah saya tulisannya jelek
Jadi : Ayah saya seorang dokter
Kesimpulan “Ayah saya seorang dokter” tidak sah dan tidak
logis. Karena tidak semua orang yang tulisannya jelek adalah dokter.
8.4 Persamaan (Analogi)
yang salah
Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan
menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
a.
Untuk ketertiban kampus Rektor harus
bertindak seperti seorang jenderal menguasai anak buahnya agar disiplin bisa
dipenuhi.
b.
Hidup ini bagai orang mampir ke warung,
begitu kebutuhan terpenuhi, Ia segera meninggalkannya
c.
Negara ibarat kapal yang menuju
tujuannya. Jika nakhoda setiap kali harus memungut sura sebelum menentukan
arahnya, kapal itu tak kunjung sampai tujuann. Karena itu, demokrasi dalam tata
negara pun tidak terlaksana.
8.5 Kesalahan
Argumentasi
Argumen
adalah alasan untuk membenarkan satu pernyataan. Contoh:
a. Kalau
Anda senang memancing tentu Anda akan senang tinggal di daerah ini karena
rawa-rawa dan sungainya banyak ikannya.
b. Kalau
Anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena
tanahnya subur dan pemandangannya indah.
Alasan
pada kalimat (a) adalah benar, tetapi alasan pada kalimat (b) tidak benar.
BAB 10
Masalah Bahasa Lainnya
Masalah Bahasa Lainnya
10.1 Pengantar
Dalam bab ini akan dibicarakan
beberapa masalah lain berkaitan dengan bahasa jurnalistik, yaitu tentang
kata-kata penat (tired words),
kerancuan (kontaminasi), upaya hemat kata melalui ejaan, dan masalah
jurnalistik untuk radio dan televisi.
10.2
Kata Penat
Kata penat adalah istilah yang
dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata Inggris tired words, yakni berkaitan dengan
kata-kata yang sangat sering digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan
sering menjadi penat dan letih dibuatnya. Rosihan Anwar dalam bukunya Ihwal Jurnalistik (1974) memberi contoh
kata “dalam rangka”sebagai kata penat. Lebih hebat lagi kata “dalam rangka”
digunalan dalam teras berita. Ada sejumlah kata penat yang digunakan pada
paragraf berikutnya seperti kata-kata,
a.
Sementara itu
b.
Dalam pada ini
c.
Perlu diketahui
d.
Dapat ditambahkan
e.
Selanjutnya
f.
Kemudian daripada itu
Memang
dalam setiap karangan, apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata atau
ungkapan yang menghubungkannya. Namun jika yang digunakan selalu ungkapan atau
kata-kata yang sama maka akan menimbulkan kebosanan. Dalam KWL 1978 di Jakarta
telah disepakati untuk menjauhkan diri dari kata-kata penat tersebut, tetapi
kesepakatan tersebut kini dilupakan dan terlebih lagi kata-kata penat tersebut
digunakan wartawan baru.
10.3 Kerancuan
(kontaminasi)
Kerancuan atau kontaminasi adalah
pencampuran dua ungkapan (konstruksi bahasa) yang terjadi atau dilakukan tanpa
disadari, akibatnya bentuk ungkapan tersebut menjadi kacau. Contoh kontaminasi
yang harus dihindari yaitu:
a.
Untuk sementara waktu à
rancu karena kata “sementara” bermakna waktu
b.
Sementara orang à
rancu karena seharusnya diganti “beberapa orang” atau “sejumlah orang”.
c.
Selain daripada itu à
semestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”.
d.
Dan lain sebagainya à
mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”.
e.
Berhubung karena à
rancu karena seharusnya “berhubung dengan” atau “karena”
f.
Demi untuk à
rancu karena gunakan saja salah satu karena maknanya sama
g.
Agar supaya à
rancu karena sebaiknya gunakan saja salah satu karena maknanya sama
10.4 Hemat Kata Melalui
Ejaan
Rosihan Anwar (1991) punya gagasan bahwa kita dapat
melakukan penghematan melalui ejaan. Contoh:
Hadlir menjadi hadir
bathin menjadi batin
mitsal menjadi misal
syukur menjadi sukur
bathin menjadi batin
mitsal menjadi misal
syukur menjadi sukur
10.5 Bahasa Jurnalistik
Radio dan Televisi
Dalam bahasa lisan yang disiarkan oleh
radio tidak ada tanda baca, melainkan adanya intonasi kalimat, tekanan kata,
nada dan aksen. Jika berita dalam media cetak dapat kita tangkap secara visual,
dan berita dari radio kita tangkap secara audial, maka untuk berita dalam
televisi dapat kita tangkap secara audiovisual. Artinya dapat kita lihat
sekaligus kita dengarkan pembaca beritanya. Mark W Hall (dalam Rosihan Anwar
1991) mengatakan perbedaan pokok antara jurnalistik cetak dan jurnalistik
siaran adalah yang pertama ditujukan untuk mata dan yang kedua ditujukn untuk
telinga. Oleh karena itu dia membedakan antara see copy naskah untuk dilihat dan hear copy naskah untuk didengar. Bahasa untuk hear copy antara lain:
a.
Dalam gaya percakapan (conversational style)
b.
Dengan kalimat-kalimat yang pendek dan
lugas, atau to the point
c.
Menghindarkan susunan kalimat terbalik (inverted sentence)
d.
Mengusahakan agar subjek dan predikat
letaknya berdekatan
Suwardi
Idris (1978) memberi pedoman bahwa bahasa televisi hendaknya:
a.
Sederhana, tidak bercampur dengan kata-kata
asing atau kata-kata yang kurang dikenal oleh rata-rata penontonnya
b.
Menggunakan kalimat-kalimat pendek
langsung pada sasaran, tidak berbelit-belit
c.
Menghindarkan pemakaian kalimat terbalik
(inverted sentence)
d.
Mengusahakan sedapat mungkin agar subjek
dan predikat letaknya berdekatan. Jika letak subjek dan predikat berjauhan
karena diselingi oleh sejumlah keterangan,dapat mengacaukan perhtian penonton.
BAB 11
Memburu dan Menyajikan Berita
Memburu dan Menyajikan Berita
11.1
Pengantar
Tugas pokok seorang jurnalis adalah
memburu dan menyajikan berita sampai berita itu tersiarkan entah melalui media
cetak maupun media elektronik. Berkaitan dengan itu terdapat dua kompetensi
penting yang harus dikuasai, yaitu kompetensi pencarian berita dan kompetensi
penyajian berita.
11.2 Memburu Berita
Tugas pertama seorang wartawan
adalah memburu, mencari, atau menemukan berita. Seorang wartawan harus
mengumpulkan fakta-fakta terkait peristiwa yang terjadi. Caranya adalah dengan
melakukan observasi atau wawancara. Observasi dilakukan dengan mendatangi
langsung ke TKP (tempat kejadian perkara). Jika terlambat wartawan tersebut
dapat melakukan wawancara dengan orang-orang yang ada di TKP. Fakta-fakta yang
dikumpulkan harus sesuai dengan unsur-unsur What,
who, when, where, Why, dan How.
Mengumpulkan
fakta dengan cara wawancara merupakan cara berikutnya. Apa yang ingin
diwawancarakan tergantung dengan berita yang akan disampaikan. Pewawancara
harus mampu memilih pertanyaan yang baik. Artinya pertanyaan yang akan diajukan
harus dipilih sesuai dengan siapa yang akan diwawancarai agar proses wawancara
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
11.3 Menyajikan Berita
Fakta-fakta yang sudah terkumpul
baik dalam bentuk catatan kecil ataupun rekaman harus diolah terlebih dahulu,
disajikan menjadi naskah yang akan dicetak atau dimuat dalam surat kabar atau
majalah. Dalam penyusunan naskah berita, pertama-tama kita rumuskan judul
terlebih dahulu. Selanjutnya menyusun paragraf pertama yang merupakan teras
berisi “sari” dari isi berita tersebut. Setelah paragraf pertama yang merupakan
intisari berita selesai, maka dapat dilanjutkan dengan paragraf-paragraf
berikutnya. Antara paragraf satu dengan paragraf lainnya haruslah memiliki
keterkaitan, ada penghubungan yang disebut transition atau peralihan.
Kompetensi untuk dapat memburu
fakta-fakta berita, dan dapat menyajikan naskah-naskah berita tidak dapat
diperoleh dengan instan, tetapi harus dilakukan dengan latihan atau kerja
terus-menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar