Nama : Tri Intan Pratiwi
NIM : 06121402015

Bahasa Jurnalistik à
Intisari
BAB 6. Bahasa yang
Tepat Makna
Salah satu cirri bahasa jurnalistik
yaitu bersifat lugas sehingga mudah
dimengerti atau pahami. Dalam KBBI, kata lugas diberi makna.
1. Mengenai
yang pokok-pokok saja
2. Tidak
menyimpang ke sana sini
3. Bersifat
apa adanya, serba sederhana
4. Tidak
berbelit-belit
5.
Tidak bersifat pribadi, objektif
Dalam KBBI, keempat makna lugas dapat disimpulkan dengan kata
lugas dan mudah dimengerti itu bahwa bahasa jurnalistik harus disajikan dengan
prinsip tepat makna. Artinya, yang
disampaikan itu sesuai dengan fakta dan dapat diterima oleh pembaca sesuai
dengan yang diinginkan oleh penulis berita. Ada beberapa cara dalam menerapkan
prinsip tepat makna di dalam bahasa jurnalistik.
1.
Menggunakan
kata-kata yang secara faktual adalah benar
Yang dimaksud dengan kata-kata yang
memiliki kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya.
Berikut adalah kalimat-kalimat tidak tepat makna karena tidak sesuai dengan
fakta empiris.
(1) Palembang
terletak di Kalimantan Timur
(2) Penduduk
Palembang banyak menggunakan sepeda sebagai kendaraan sehari-hari
(3) Bangka
adalah kota yang banyak dihuni oleh orang ambon
(4) Danau
Toba terletak di Jakarta
(5) Negara
kita jauh dari korupsi
Kalimat
(1) tidak tepat makna karena Palembang secara factual terletak di Sumatera
Selatan. Kalimat (2) tidak tepat makna karena penduduk Palembang banyak
menggunakan mobil atau sepeda motor sebagai kendaraan sehari-hari. Begitu pula
kalimat (3), (4), dan (5) tidak tepat makna karena secara faktual merupakan
pernyataan kalimat yang tidak benar.
2.
Menggunakan
kata-kata yang secara gramatikal memiliki bentuk yang tepat
Yang dimaksud dengan kata-kata dengan
bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk gramatikal
yang mendukung konsep makna yang tepat. Misalnya, secara gramatikal kita
mempunyai kata menggunakan, pencariaan, dan mengendarai. Kata-kata itu memiliki makna yang berbeda. Kata menggunakan terkandung makna ‘memakai
sesuatu’. Kata pencariaan terkandung
makna ‘pekerjaan mencari’. Terakhir kata mengendarai
terkandung makna ‘menunggang alat’. Berikut kalimat-kalimat yang tepat makna
dengan kata-kata tersebut.
(1) Setelah
itu, membuat sketsa di atas kertas sebelum menggunakan
pasir
(2) Hingga
siang hari, proses pencariaan korban
masih dilakukan secara manual
(3) Keempat
pelaku mengendarai sepeda motor,
Yamaha Jupiter
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
3.
Menggunakan
kata yang secara semantik mempunyai nuansa makna yang tepat dari sederet kata
bersinonim
Dalam bahasa Indonesia, ada sederet kata
bersinonim yang makna dasarnya adalah ‘mengatakan’ yakni kata-kata menyebut, mengungkapkan, mengucapkan, dan menuturkan. Berikut kalimat-kalimat yang tepat makna dengan
kata-kata tersebut.
(1) Budi
Darmadi mengatakan, pada umumnya
industry lebih mempertimbangkan kondisi jangka panjang sebuah negara untuk
berinvestasi
(2) Dia
menyebut, sebagian besar investor
otomotif di Thailand sudah mulai khawatir krisis politik bisa merembet ke industri
otomotif
(3) Bambang
mengungkapkan, selain kendaraan, KPK
juga mengamankan dokumen yang mengindikasikan asset Wawan lainnya
(4) Di
sisil ain, SBY juga menuturkan pihaknya
telah enunjuk ahli vulkanologi Surono sebagai kepala Badan Geologi Kementerian
ESDM
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
4.
Menghindari
bentuk-bentuk frase atau kalimat yang ambigu
Bentuk ambiguiti, yakni bentuk frase
atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan memiliki lebih dari satu
makna. Berikut contoh.
(1) Anak
dan bapak yang nakal
(2) Anggodo
adiknya Anggoro
Konstruksi (1) anak dan bapak yang nakal dapat ditafsirkan bermakna (a) yang nakal
anaknya dan bapaknya, (b) yang nakal
hanya bapaknya, anaknya tidak. Konstruksi (1) itu harus dihindari. Caranya,
kalau yang diinginkan makna (a) maka konstruksinya adalah anak dan bapak
sama-sama nakal atau konstrusi (b) anak dan bapak nakal. Jadi, tanpa konjungsi yang diantara kata anak dan kata nakal.
Konstruksi (2) juga dapat ditafsirkan
bermakna (a) Anggodo itu adik sedangkan Anggoro itu kakak atau (b) Anggodo itu
kakak sedangkan Anggoro itu adik. Konstruksi (2) ini dalam rangka tepat makna harus diperbaiki
dengan memberikan tanda baca (c) Anggodo, adik Anggoro atau (d) Anggoro, kakak
Anggodo. Jadi, kita dapat mengetahui bahwa Anggodo itu adik Anggoro sedangkan
Anggoro itu kakak Anggodo.
5.
Menyusun
kalimat sesuai dengan kaidah gramatikal
Sebuah kalimat yang berdiri sendiri
minimal harus mempunyai unsure subjek dan predikat. Harus ada objeknya jika
unsur predikat berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan
(tempat, waktu, cara, dan sebagainya) bersifat manasuka. Berikut contohnya.
(1) Kementerian
Agama baru saja menuntaskan laporan keuangan haji periode 2013
(2) Budi
menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian
(3) Ia
memiliki talenta yang luar biasa
(4) Dokumen
tersebut masih diteliti KPK untuk mengetahui asset Wawan diatasnamakan siapa
saja
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
BAB 7. Bahasa yang
Menarik
Penggunaan
huruf yang ekstra besar yang pada beberapa surat kabar dan tabloid memang
efektif untuk menarik perhatian orang, tetapi bukan berarti telah menggunakan
prinsip jurnalistik untuk menggunakan kalimat yang menarik ataupun hemat
tempat. Penggunaan huruf-huruf yang ekstra besar itu telah memakan tempat. Pembicaraan
mengenai bahasa yang menarik dapat dibedakan atas.
1.
Menarik
pada Judul Berita
Menurut Rosihan Anwar (1991), judul
berita itu harus dikemas semenarik mungkin dengan kata-kata yang dapat
menggugah perasaan dan meinat pembaca. Judul berita harus dalam bentuk kalimat
yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba yang bersifat
aktif, bukan pasif meskipun prefiks me-
itu ditanggalkan. Mislanya.
(1) Jangan
Nyalahkan Petasan!
(2) Mundur
Setelah Tembus 500
(3) Cargill
Miliki CEO Baru
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
Kata nyalahkan
pada kalimat (1), tembus pada kalimat
(2), dan miliki pada kalimat (3)
adalah verba aktif setelah prefiks me-nya ditanggalkan. Padahal dalam bahasa
Indonesia baku, kata-kata itu harus diberi prefiks me- menjadi menyalahkan, menembus, dan memiliki.
Namun, kalau unsur who dalam berita
itu adalah tokoh penting, maka bisa digunakan verba bentuk pasif dengan prefiks
di karena ingin menonjolkan unsur who itu. Mislanya.
(1) Dian
Tewas Didorong Pacar
(2) Anak
Ketua BK Diduga Dianiaya
(3) Diduga
Markus, Wartawan Ditangkap
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
Judul dari berita atau kejadian “yang
luar biasa” adalah lebih menarik daripada judul berita atau kejaidan yang
biasa. Rosihan Anwar (1991), memberi contoh kalau ada kejadian “anjing
menggigit orang” adalah hal biasa, tetapi kalau ada berita “orang menggigit
anjing” adalah hal yang luar biasa dan sangat menarik untuk diberitakan. Oleh
karena itu, judul-judul berita harus dibuat lebih menarik. Misalnya.
(1) Kelud
Lumpuhkan 7 Bandara
(2) Gunung
Raung Diduga Meletus
(3) Pemilihan
Dinilai Cacat Prosedur
Sumber
: Kompas, Sabtu 15 Februari 2014
Sebuah judul akan menarik perhatian
dan menggugah orang untuk membacanya kalau menggunakan kata-kata yang punya
daya “gereget” atau “menggigit” daripada kata-kata yang biasa. Misalnya.
(1)
Polisi-Pembobol ATM Baku Tembak
(2)
Mahkamah Bahayakan Konstitusi
(3)
ABG Bobol Rumah Aspidsus
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
Judul-judul berita di atas adalah
judul untuk berita langsung. Meskipun berita ringan dan berita kisah berbeda
coraknya dengan berita langsung, tetapi judulnya tetap harus menarik seperti
judul berita langsung.
2.
Menarik
pada Teras Berita
Teras berita adalah paragraf pertama
dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada
badan berita. Mislanya untuk berita berjudul
(1) Setahun
Dana Haji Naik Rp 12 T
Teras
beritanya dibuat dalam tiga kalimat singkat.
(2) Jakarta–
Kementerian Agama (Kemenag) baru saja menuntaskan penyusunan laporan keuangan
haji periode 2013. Hasilnya selama kurun waktu 2013 terjadi peningkatan dana
haji sebesar Rp 12 triliun. Hingga tutup buku 2013, dana haji yang tersimpan di
rekening Menag mencapai Rp 67 triliun.
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
3.
Menarik
untuk Badan Berita, Berita Kisah, yang dan Artikel
Selain dengan menggunakan kata-kata
memiliki “gereget” atau “menggigit” dalam penulisan berita atau karangan pada
umumnyakita juga dapat melakukan hal-hal berikut.
3.1 Mendramatisasikan Kejadian
Suatu kejadian tidak cukup hanya
dinyatakan dengan kata-kata abstrak saja, tetapi harus dinyatakan atau
didramatisasikan. Misalnya.
(1) Tiba-tiba
dari belakang terlapor menarik baju dan memukul leher bagian belakang pelapor.
“Saat menarik itu, dia (terlapor), teriak-teriak, ini-ini.
(2) Ibu
korban, sempat memohon kepada polisi agar anaknya tidak dibawa ke kantor polisi
(3) Saya
meminta maaf dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan saya ini
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
3.2 Mengkonkretkan Kata Abstrak
Kata-kata seperti luas, kaya, besar, tinggi, jauh, dan
sebagainya bersifat abstrak. Kita tidak tahu berapa luasnya, berapa kayanya,
berapa besarnya, berapa tingginya, atau berapa jauhnya sesuatu yang dinyatakan
dengan kata-kata itu. Oleh karena itu, agar lebih menarik dan lebih
menjelaskan, pernyataan dengan kata-kata itu harus disebutkan angkanya yang
konkret, yang dapat diukur dan dibayangkan. Misalnya.
(1)
Dia meminta uang secara bertahap pada
bulan Januari hingga Februari 2014 senilai Rp 60 juta.
(2)
Disebutkannya, untuk produksi jagung
2013 lalu, hanya mampu menghasilkan 1.731,836 ton biji pipilan kering yang
dipanen di areal seluas 444 hektar.
(3)
Termasuk terhadap buku-buku baru yang
siap ditempatkan di ruang baca baru, di ruang ukuran 6x13 meter.
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
3.3 Variasi Pola Kalimat
Sebuah kalimat dasar memiliki pola
struktur subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (Ket).
Misalnya.
(1)
Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya
langsung melakukan aksi tanggap darurat untuk korban bencana erupsi Gunung
Kelud
(2)
Kementerian Agama (Kemenag) baru saja
menuntaskan penyusunan laporan keuangan haji periode 2013
(3) Sejumlah
komisioner KPU provinsi mensimulasikan berbagai pola pencoblosan
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
(4) Pemerintah
dan masyarakat bersama-sama menetapkan kebijakan perekonomian
Sumber : Kompas, Sabtu 15 Februari
2014
3.4 Variasi Jenis Kalimat
Dalam kajian sintaksis dikenal adanya
jenis kalimat aktif yang dipertentangkan dengan kalimat pasif, adanya kalimat
berita yang dipertentangkan dengan kalimat tanya atau kalimat perintah dan
adanya kalimat positif yang dipertentangkan dengan kalimat negatif. Jenis-jenis
kalimat dapat dipergunakan agar tidak membosankan dan agar kalimat yang
digunakan menjadi menarik. Kalimat-kaliamt tersebut adalah kalimat berita.
Kalimat tersebut dapat disajikan dalam bentuk kalimat pasif, bila ingin
dtonjolkan atau dikedepankan adalah unsur objeknya. Misalnya.
(1) Berbagai
pola pencoblosan disimulasikan sejumlah komisioner KPU provinsi
(2) Aksi
tanggap darurat untuk korban bencana erupsi Gunung Kelud langsung dilakukan
Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya
(3) Penyusunan
laporan keuangan haji periode 2013 baru saja dituntaskan Kementerian Agama
(Kemenag)
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
Kalimat
pasif hanya dapat dibentuk dari kalimat aktif transitif yang predikatnya berupa
verba berprefiks me-. Selain itu, bila diperlukan kalimat-kalimat berita dapat
juga divariasikan dengan kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru.
Dalam komunikasi sebuah kalimat berita dan kalimat tanya bisa berfungsi sebagai
kalimat perintah dan sebuah kalimat perintah bisa berfungsi sebagai kalimat
berita.
3.5 Variasi Konjungsi
Konjungsi
atau kata sambung dalam konteks-konteks tertentu dapat ditanggalkan. Namun,
klau terpaksa harus digunakan demi menerapkan prinsip tepat makna, maka
hendaknya harus digunakan secara bervariasi demi menerapkan prinsip bahasa yang
menarik. Jadi, kalau sudah menggunakan kata meskipun,
maka ditempat lain harus digunakan kata biarpun,
sungguhpun, walaupun, atau sekalipun.
Dengan demikian, menvariasikan kata-kata konjungsi diharapkan bahasa yang kita
gunakan menjadi menarik dan tidak membosankan.
3.6 Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa,
Eufimisme, dan Disfemisme
Ungkapan adalah kata atau gabungan kata
yang maknanya tidak dapat ditelusuri secara leksikal maupun gramatikal. Jadi,
ungkapan ini memiliki makna khusus atau makna tertentu. Misalnya.
(1) Dikatakan
Hafisz yang juga caleg DPR RI ini, saksi menjadi ujung tombak dalam melakukan pengawasan dalam melakukan suara nanti
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
(2) Selama pertandingan sepak bola itu, benar-benar dia menjadi bintang lapangan
(3) Jeng Sri memang tinggi
hati
Sumber :
http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Ungkapan
Gaya bahasa atau style adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis atau pemakai bahasa. gaya bahasa yang pantas ditampilkan
dalam bahasa berita adalah gaya bahasa yang sudah umum, yang dikenal orang
banyak. Misalnya.
(1) Ia
sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai
Sumber
: Komposisi, Gorys Keraf (1991)
(2) Mereka
punya rencana investasi beberapa tahun ke depan di Thailand
(3) Leptospirosis
merupakan penyakit yang berasal dari kuman leptospira
Sumber
: Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari
2014
Eufemisme adalah upaya menampilkan
bentuk-bentuk kata yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih
sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar. Dewasa
ini banyak eufemisme baru diciptakan orang untuk membenarkan perbuatan yang
salah atau yang melanggar hukum, seperti.
(1)
Bahwa pegawai
negeri adalah abdi masyarakat perlu ditegaskan dalam RUU ini
(2)
Kenaikan harga barang-barang tetap dalam batas-batas yang mampu dikendalikan pemerintah
(3)
Presiden
menekankan perlunya cakrawala baru dalam usaha promosi pariwisata
Sumber :
http://nasbahrygallery1.blogspot.com/2011/11/eufemisme-dalam-jurnalistik-era-orde.html
Disfemisme adalah upaya untuk mengganti
kata atau ungkapan yang halus dengan kata atau ungkapan yang bermakna kasar.
Misalnya.
(1) Tauke jagung dicincang pedagang gara-gara menagih hutang
(2) Terjadinya disclaimer kali ini tidak pelas dari banyaknya borok BPPN
(3) “Untuk apa mereka menjadi pemimpin kalau untuk melaksanakan
pemilihan bupati saja mereka tidak becus,”
kata Askolani.
Sumber :
http://beritabolaterkinis.blogspot.com/2012/03/contoh-skripsi-pemakaian-disfemisme.html
BAB 8. Bahasa yang
Nalar
Seorang jurnalis atau wartwan harus
menyampaikan fakta-fakta kejadian yang ditemukan dalam masyarakat. Dia tidak
boleh mengajukan opininya atau pendapatnya mengenai suat kejadian atau
peristiwa yang ditemuinya. Nalar adalah logis, masuk akal, atau dapat diterima
menurut logika. Seorang jurnalis harus dapat menangkap mana ungkapan yang nalar
dan mana yang tidak. Ungkapan yang tidak nalar perlu disikapi dengan kritis
agar berita yang disajikan betul-betul bermutu dan layak jadi berita. Salah
nalar itu biasanya bersumber dari empat hal, yaitu salah dalam hal :
1)
Menarik kesimpulan umum (induksi)
2)
Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
3)
Menarik persamaan (analogi)
4)
Member alasan (argumen)
1.
Kesimpulan
Umum (Induktif)
Kesimpulan yang ditarik berdasarkan
fakta-fakta khusus menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya.
(1) Impor
minyak masih mengancam transaksi berjalan Indonesia
(2) Nilai
15 produk ekonomi kreatif tahun 2013 mencapai Rp 602 triliun dan berkontribusi7
persen pada PDB
(3) Sebanyak 31 dari 33 kecamatan di Indramayu
terndam banjir, termasuk 35.469 hektar lahan sawah
Sumber
: Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari
2014
2.
Kesimpulan
Khusus (Deduktif)
Kesimpulan khusus ditarik dari satu
pertanyaan umum (PU) dan satu pertanyaan khusus (PK). Pernyataan yang bersifat
umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan yang khusus lazim disebut premis
minor. Dengan dasar kedua pernyataan itu dihasilkan sebuah kesimpulan deduksi
adalah sah, benar, dan logis kalau subjek (S) pada PU adalah predikat (P) pada
PK, dan kesimpulannya adalah S pada PK menjadi S kesimpulan, sedangkan P pada
PU menjadi P pada kesimpulan. Mislanya.
PU : Semua dokter tulisannya jelek
S1 P1
PK : Ayah saya dokter
S1
P1
Jadi : Ayah saya tulisannya jelek
S1 P1
3.
Persamaan
(Analogi) yang salah
Kesimpulan yang ditarik dengan jalan
menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
Kesimpulan berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena kedua fakta
khusus yang disamakan atau diperbandingkan tidak ada relevansinya.
Misalnya.
(1) Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan
tugasnya dengan baik
(2) Lala,
anak dari Ibu siti, memiliki suara yang merdu. Oleh sebab itu, lala anak dari
Ibu Siti tentu memiliki suara yang merdu
(3) Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin
divisi
Sumber
: http://reselected.blogspot.com/2012/09/salah-nalar.html
4. Kesalahan Argumentasi
Argumen adalah alasan untuk
membenarkan suatu pernyataan.
(1) Dosen
yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang
ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya
yang buruk
(2) Seorang
juri lomba menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena
suaranya yang bagus tapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan
kandidat lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus
(3) Maulana Kusuma anggota
KPU sekaligus dosen kriminologi di UI melakukan korupsi, maka seluruh anggota
KPU yang juga dosen di UI pasti koruptor
Sumber
: http://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar