Senin, 12 Mei 2014

INTISARI BAB 6-8

Nama  : Tri Intan Pratiwi
NIM    : 06121402015

                                                                                                                                   
Bahasa Jurnalistik à Intisari
BAB 6. Bahasa yang Tepat Makna
            Salah satu cirri bahasa jurnalistik yaitu bersifat lugas sehingga mudah dimengerti atau pahami. Dalam KBBI, kata lugas diberi makna.
1.      Mengenai yang pokok-pokok saja
2.      Tidak menyimpang ke sana sini
3.      Bersifat apa adanya, serba sederhana
4.      Tidak berbelit-belit
5.      Tidak bersifat pribadi, objektif
Dalam KBBI, keempat makna lugas dapat disimpulkan dengan kata lugas dan mudah dimengerti itu bahwa bahasa jurnalistik harus disajikan dengan prinsip tepat makna. Artinya, yang disampaikan itu sesuai dengan fakta dan dapat diterima oleh pembaca sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis berita. Ada beberapa cara dalam menerapkan prinsip tepat makna di dalam bahasa jurnalistik.
1.      Menggunakan kata-kata yang secara faktual adalah benar
Yang dimaksud dengan kata-kata yang memiliki kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya. Berikut adalah kalimat-kalimat tidak tepat makna karena tidak sesuai dengan fakta empiris.
(1)   Palembang terletak di Kalimantan Timur
(2)   Penduduk Palembang banyak menggunakan sepeda sebagai kendaraan sehari-hari
(3)   Bangka adalah kota yang banyak dihuni oleh orang ambon
(4)   Danau Toba terletak di Jakarta
(5)   Negara kita jauh dari korupsi
Kalimat (1) tidak tepat makna karena Palembang secara factual terletak di Sumatera Selatan. Kalimat (2) tidak tepat makna karena penduduk Palembang banyak menggunakan mobil atau sepeda motor sebagai kendaraan sehari-hari. Begitu pula kalimat (3), (4), dan (5) tidak tepat makna karena secara faktual merupakan pernyataan kalimat yang tidak benar.
2.      Menggunakan kata-kata yang secara gramatikal memiliki bentuk yang tepat
Yang dimaksud dengan kata-kata dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk gramatikal yang mendukung konsep makna yang tepat. Misalnya, secara gramatikal kita mempunyai kata menggunakan, pencariaan, dan mengendarai. Kata-kata itu memiliki makna yang berbeda. Kata menggunakan terkandung makna ‘memakai sesuatu’. Kata pencariaan terkandung makna ‘pekerjaan mencari’. Terakhir kata mengendarai terkandung makna ‘menunggang alat’. Berikut kalimat-kalimat yang tepat makna dengan kata-kata tersebut.
(1)   Setelah itu, membuat sketsa di atas kertas sebelum menggunakan pasir
(2)   Hingga siang hari, proses pencariaan korban masih dilakukan secara manual
(3)   Keempat pelaku mengendarai sepeda motor, Yamaha Jupiter
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014

3.      Menggunakan kata yang secara semantik mempunyai nuansa makna yang tepat dari sederet kata bersinonim
Dalam bahasa Indonesia, ada sederet kata bersinonim yang makna dasarnya adalah ‘mengatakan’ yakni kata-kata menyebut, mengungkapkan, mengucapkan, dan menuturkan. Berikut kalimat-kalimat yang tepat makna dengan kata-kata tersebut.
(1)   Budi Darmadi mengatakan, pada umumnya industry lebih mempertimbangkan kondisi jangka panjang sebuah negara untuk berinvestasi
(2)   Dia menyebut, sebagian besar investor otomotif di Thailand sudah mulai khawatir krisis politik bisa merembet ke industri otomotif
(3)   Bambang mengungkapkan, selain kendaraan, KPK juga mengamankan dokumen yang mengindikasikan asset Wawan lainnya
(4)   Di sisil ain, SBY juga menuturkan pihaknya telah enunjuk ahli vulkanologi Surono sebagai kepala Badan Geologi Kementerian ESDM
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014

4.      Menghindari bentuk-bentuk frase atau kalimat yang ambigu
Bentuk ambiguiti, yakni bentuk frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna. Berikut contoh.
(1)   Anak dan bapak yang nakal
(2)   Anggodo adiknya Anggoro
Konstruksi (1) anak dan bapak yang nakal dapat ditafsirkan bermakna (a) yang nakal anaknya  dan bapaknya, (b) yang nakal hanya bapaknya, anaknya tidak. Konstruksi (1) itu harus dihindari. Caranya, kalau yang diinginkan makna (a) maka konstruksinya adalah anak dan bapak sama-sama nakal atau konstrusi (b) anak dan bapak nakal. Jadi, tanpa konjungsi yang diantara kata anak dan kata nakal.
Konstruksi (2) juga dapat ditafsirkan bermakna (a) Anggodo itu adik sedangkan Anggoro itu kakak atau (b) Anggodo itu kakak sedangkan Anggoro itu adik. Konstruksi (2) ini  dalam rangka tepat makna harus diperbaiki dengan memberikan tanda baca (c) Anggodo, adik Anggoro atau (d) Anggoro, kakak Anggodo. Jadi, kita dapat mengetahui bahwa Anggodo itu adik Anggoro sedangkan Anggoro itu kakak Anggodo.

5.      Menyusun kalimat sesuai dengan kaidah gramatikal
Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsure subjek dan predikat. Harus ada objeknya jika unsur predikat berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan (tempat, waktu, cara, dan sebagainya) bersifat manasuka. Berikut contohnya.
(1)   Kementerian Agama baru saja menuntaskan laporan keuangan haji periode 2013
(2)   Budi menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian
(3)   Ia memiliki talenta yang luar biasa
(4)   Dokumen tersebut masih diteliti KPK untuk mengetahui asset Wawan diatasnamakan siapa saja
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014

BAB 7. Bahasa yang Menarik
Penggunaan huruf yang ekstra besar yang pada beberapa surat kabar dan tabloid memang efektif untuk menarik perhatian orang, tetapi bukan berarti telah menggunakan prinsip jurnalistik untuk menggunakan kalimat yang menarik ataupun hemat tempat. Penggunaan huruf-huruf yang ekstra besar itu telah memakan tempat. Pembicaraan mengenai bahasa yang menarik dapat dibedakan atas.
1.      Menarik pada Judul Berita
Menurut Rosihan Anwar (1991), judul berita itu harus dikemas semenarik mungkin dengan kata-kata yang dapat menggugah perasaan dan meinat pembaca. Judul berita harus dalam bentuk kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba yang bersifat aktif, bukan pasif meskipun prefiks me- itu ditanggalkan. Mislanya.  
(1)   Jangan Nyalahkan Petasan!
(2)   Mundur Setelah Tembus 500
(3)   Cargill Miliki CEO Baru
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014
Kata nyalahkan pada kalimat (1), tembus pada kalimat (2), dan miliki pada kalimat (3) adalah verba aktif setelah prefiks me-nya ditanggalkan. Padahal dalam bahasa Indonesia baku, kata-kata itu harus diberi prefiks me- menjadi menyalahkan, menembus, dan memiliki. Namun, kalau unsur who dalam berita itu adalah tokoh penting, maka bisa digunakan verba bentuk pasif dengan prefiks di karena ingin menonjolkan unsur who itu. Mislanya.  
(1)   Dian Tewas Didorong Pacar
(2)   Anak Ketua BK Diduga Dianiaya
(3)   Diduga Markus, Wartawan Ditangkap
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014
Judul dari berita atau kejadian “yang luar biasa” adalah lebih menarik daripada judul berita atau kejaidan yang biasa. Rosihan Anwar (1991), memberi contoh kalau ada kejadian “anjing menggigit orang” adalah hal biasa, tetapi kalau ada berita “orang menggigit anjing” adalah hal yang luar biasa dan sangat menarik untuk diberitakan. Oleh karena itu, judul-judul berita harus dibuat lebih menarik. Misalnya.
(1)   Kelud Lumpuhkan 7 Bandara
(2)   Gunung Raung Diduga Meletus
(3)   Pemilihan Dinilai Cacat Prosedur
Sumber : Kompas, Sabtu 15 Februari 2014
            Sebuah judul akan menarik perhatian dan menggugah orang untuk membacanya kalau menggunakan kata-kata yang punya daya “gereget” atau “menggigit” daripada kata-kata yang biasa. Misalnya.
(1)   Polisi-Pembobol ATM Baku Tembak
(2)   Mahkamah Bahayakan Konstitusi
(3)   ABG Bobol Rumah Aspidsus
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014
            Judul-judul berita di atas adalah judul untuk berita langsung. Meskipun berita ringan dan berita kisah berbeda coraknya dengan berita langsung, tetapi judulnya tetap harus menarik seperti judul berita langsung.

2.      Menarik pada Teras Berita
Teras berita adalah paragraf pertama dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada badan berita. Mislanya untuk berita berjudul
(1)   Setahun Dana Haji Naik Rp 12 T
Teras beritanya dibuat dalam tiga kalimat singkat.
(2)   Jakarta– Kementerian Agama (Kemenag) baru saja menuntaskan penyusunan laporan keuangan haji periode 2013. Hasilnya selama kurun waktu 2013 terjadi peningkatan dana haji sebesar Rp 12 triliun. Hingga tutup buku 2013, dana haji yang tersimpan di rekening Menag mencapai Rp 67 triliun.
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014

3.      Menarik untuk Badan Berita, Berita Kisah, yang dan Artikel
Selain dengan menggunakan kata-kata memiliki “gereget” atau “menggigit” dalam penulisan berita atau karangan pada umumnyakita juga dapat melakukan hal-hal berikut.
3.1  Mendramatisasikan Kejadian
Suatu kejadian tidak cukup hanya dinyatakan dengan kata-kata abstrak saja, tetapi harus dinyatakan atau didramatisasikan. Misalnya.
(1)   Tiba-tiba dari belakang terlapor menarik baju dan memukul leher bagian belakang pelapor. “Saat menarik itu, dia (terlapor), teriak-teriak, ini-ini.
(2)   Ibu korban, sempat memohon kepada polisi agar anaknya tidak dibawa ke kantor polisi
(3)   Saya meminta maaf dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan saya ini
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014

3.2  Mengkonkretkan Kata Abstrak
Kata-kata seperti luas, kaya, besar, tinggi, jauh, dan sebagainya bersifat abstrak. Kita tidak tahu berapa luasnya, berapa kayanya, berapa besarnya, berapa tingginya, atau berapa jauhnya sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata itu. Oleh karena itu, agar lebih menarik dan lebih menjelaskan, pernyataan dengan kata-kata itu harus disebutkan angkanya yang konkret, yang dapat diukur dan dibayangkan. Misalnya.
(1)   Dia meminta uang secara bertahap pada bulan Januari hingga Februari 2014 senilai Rp 60 juta.
(2)   Disebutkannya, untuk produksi jagung 2013 lalu, hanya mampu menghasilkan 1.731,836 ton biji pipilan kering yang dipanen di areal seluas 444 hektar.
(3)   Termasuk terhadap buku-buku baru yang siap ditempatkan di ruang baca baru, di ruang ukuran 6x13 meter.
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014

3.3  Variasi Pola Kalimat
Sebuah kalimat dasar memiliki pola struktur subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (Ket). Misalnya.
(1)   Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya langsung melakukan aksi tanggap darurat untuk korban bencana erupsi Gunung Kelud
(2)   Kementerian Agama (Kemenag) baru saja menuntaskan penyusunan laporan keuangan haji periode 2013
(3)   Sejumlah komisioner KPU provinsi mensimulasikan berbagai pola pencoblosan
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014
(4)   Pemerintah dan masyarakat bersama-sama menetapkan kebijakan perekonomian
Sumber : Kompas, Sabtu 15 Februari 2014
3.4  Variasi Jenis Kalimat
Dalam kajian sintaksis dikenal adanya jenis kalimat aktif yang dipertentangkan dengan kalimat pasif, adanya kalimat berita yang dipertentangkan dengan kalimat tanya atau kalimat perintah dan adanya kalimat positif yang dipertentangkan dengan kalimat negatif. Jenis-jenis kalimat dapat dipergunakan agar tidak membosankan dan agar kalimat yang digunakan menjadi menarik. Kalimat-kaliamt tersebut adalah kalimat berita. Kalimat tersebut dapat disajikan dalam bentuk kalimat pasif, bila ingin dtonjolkan atau dikedepankan adalah unsur objeknya. Misalnya.
(1)   Berbagai pola pencoblosan disimulasikan sejumlah komisioner KPU provinsi
(2)   Aksi tanggap darurat untuk korban bencana erupsi Gunung Kelud langsung dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya
(3)   Penyusunan laporan keuangan haji periode 2013 baru saja dituntaskan Kementerian Agama (Kemenag)
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014
Kalimat pasif hanya dapat dibentuk dari kalimat aktif transitif yang predikatnya berupa verba berprefiks me-. Selain itu, bila diperlukan kalimat-kalimat berita dapat juga divariasikan dengan kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru. Dalam komunikasi sebuah kalimat berita dan kalimat tanya bisa berfungsi sebagai kalimat perintah dan sebuah kalimat perintah bisa berfungsi sebagai kalimat berita.
3.5  Variasi Konjungsi
Konjungsi atau kata sambung dalam konteks-konteks tertentu dapat ditanggalkan. Namun, klau terpaksa harus digunakan demi menerapkan prinsip tepat makna, maka hendaknya harus digunakan secara bervariasi demi menerapkan prinsip bahasa yang menarik. Jadi, kalau sudah menggunakan kata meskipun, maka ditempat lain harus digunakan kata biarpun, sungguhpun, walaupun, atau sekalipun. Dengan demikian, menvariasikan kata-kata konjungsi diharapkan bahasa yang kita gunakan menjadi menarik dan tidak membosankan.
3.6  Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufimisme, dan Disfemisme
Ungkapan adalah kata atau gabungan kata yang maknanya tidak dapat ditelusuri secara leksikal maupun gramatikal. Jadi, ungkapan ini memiliki makna khusus atau makna tertentu. Misalnya.
(1)   Dikatakan Hafisz yang juga caleg DPR RI ini, saksi menjadi ujung tombak dalam melakukan pengawasan dalam melakukan suara nanti
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014
(2)   Selama pertandingan sepak bola itu, benar-benar dia menjadi bintang lapangan
(3)   Jeng Sri memang tinggi hati
Sumber : http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Ungkapan
Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. gaya bahasa yang pantas ditampilkan dalam bahasa berita adalah gaya bahasa yang sudah umum, yang dikenal orang banyak. Misalnya.
(1)   Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai
Sumber : Komposisi, Gorys Keraf (1991)
(2)   Mereka punya rencana investasi beberapa tahun ke depan di Thailand
(3)   Leptospirosis merupakan penyakit yang berasal dari kuman leptospira
Sumber : Sumatera Ekspres, Rabu 29 Januari 2014
Eufemisme adalah upaya menampilkan bentuk-bentuk kata yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar. Dewasa ini banyak eufemisme baru diciptakan orang untuk membenarkan perbuatan yang salah atau yang melanggar hukum, seperti.
(1)   Bahwa pegawai negeri adalah abdi masyarakat perlu ditegaskan dalam RUU ini
(2)   Kenaikan harga barang-barang tetap dalam batas-batas yang mampu dikendalikan pemerintah
(3)    Presiden menekankan perlunya cakrawala baru dalam usaha promosi pariwisata
Sumber : http://nasbahrygallery1.blogspot.com/2011/11/eufemisme-dalam-jurnalistik-era-orde.html

Disfemisme adalah upaya untuk mengganti kata atau ungkapan yang halus dengan kata atau ungkapan yang bermakna kasar. Misalnya.
(1)   Tauke jagung dicincang pedagang gara-gara menagih hutang
(2)   Terjadinya disclaimer kali ini tidak pelas dari banyaknya borok BPPN
(3)   “Untuk apa mereka menjadi pemimpin kalau untuk melaksanakan pemilihan bupati saja mereka tidak becus,” kata Askolani.
Sumber : http://beritabolaterkinis.blogspot.com/2012/03/contoh-skripsi-pemakaian-disfemisme.html
BAB 8. Bahasa yang Nalar
            Seorang jurnalis atau wartwan harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang ditemukan dalam masyarakat. Dia tidak boleh mengajukan opininya atau pendapatnya mengenai suat kejadian atau peristiwa yang ditemuinya. Nalar adalah logis, masuk akal, atau dapat diterima menurut logika. Seorang jurnalis harus dapat menangkap mana ungkapan yang nalar dan mana yang tidak. Ungkapan yang tidak nalar perlu disikapi dengan kritis agar berita yang disajikan betul-betul bermutu dan layak jadi berita. Salah nalar itu biasanya bersumber dari empat hal, yaitu salah dalam hal :
1)      Menarik kesimpulan umum (induksi)
2)      Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
3)      Menarik persamaan (analogi)
4)      Member alasan (argumen)

1.      Kesimpulan Umum (Induktif)
Kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya.
(1)   Impor minyak masih mengancam transaksi berjalan Indonesia
(2)   Nilai 15 produk ekonomi kreatif tahun 2013 mencapai Rp 602 triliun dan berkontribusi7 persen pada PDB
(3)    Sebanyak 31 dari 33 kecamatan di Indramayu terndam banjir, termasuk 35.469 hektar lahan sawah
Sumber : Sumatera Ekspres, Sabtu 15 Februari 2014

2.      Kesimpulan Khusus (Deduktif)
Kesimpulan khusus ditarik dari satu pertanyaan umum (PU) dan satu pertanyaan khusus (PK). Pernyataan yang bersifat umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan yang khusus lazim disebut premis minor. Dengan dasar kedua pernyataan itu dihasilkan sebuah kesimpulan deduksi adalah sah, benar, dan logis kalau subjek (S) pada PU adalah predikat (P) pada PK, dan kesimpulannya adalah S pada PK menjadi S kesimpulan, sedangkan P pada PU menjadi P pada kesimpulan. Mislanya.
PU  : Semua dokter tulisannya jelek
                   S1                     P1
PK  : Ayah saya dokter  
                S1          P1
Jadi : Ayah saya tulisannya jelek
                S1                P1
3.      Persamaan (Analogi) yang salah
Kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Kesimpulan berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena kedua fakta khusus yang disamakan atau diperbandingkan tidak ada relevansinya. Misalnya.   
(1)   Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik
(2)   Lala, anak dari Ibu siti, memiliki suara yang merdu. Oleh sebab itu, lala anak dari Ibu Siti tentu memiliki suara yang merdu
(3)   Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin divisi
Sumber : http://reselected.blogspot.com/2012/09/salah-nalar.html

4.      Kesalahan Argumentasi
Argumen adalah alasan untuk membenarkan suatu pernyataan.
(1)   Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya yang buruk
(2)   Seorang juri lomba menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena suaranya yang bagus tapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan kandidat lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus
(3)   Maulana Kusuma anggota KPU sekaligus dosen kriminologi di UI melakukan korupsi, maka seluruh anggota KPU yang juga dosen di UI pasti koruptor

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kesesatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar