Senin, 12 Mei 2014

Bahasa Jurnal Intisari



Nama   : Anggun Saymona
Nim     : 06121402029
Makul  : Bahasa Jurnalistik
Prodi   : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Bahasa yang Tepat Makna

Kata-kata dengan Kebenaran Faktual
            Yang dimaksud dengan kata-kata yang memiliki kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya.
Contoh: Irjen Pol Saud Usman Nasution Kapolda Sumsel (Sumber: Sumatera Ekspres, Sabtu 22 Maret 2014. Hal 10)
Kata-kata dengan Bentuk Gramatikal yang tepat
            Yang dimaksud dengan kata-kata bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk gramatikal yang mendukung konsep makna yang tepat.
Contoh: Banyak orang menghidari razia polisi
Pilihan dari Kata-kata Bersinonim
            Banyak orang berpendapat bahwa kata-kata yang bersinonim seperti mati, wafat, meninggal, berpulang, tewas, gugur, dan mampus memiliki makna yang sama; namun, sebenarnya tidak. Yang sama hanyalah makna dasarnya, yaitu ‘yang tadinya bernyawa menjadi tidak bernyawa lagi’.
Contoh: Perampok tewas akibat dihakimi masa
Menghindari Bentuk-bentuk Ambiguiti
Secara sepintas pada Bab IV sudah dibicarakan apa yang dimaksud dengan bentuk ambiguiti, yakni bentuk frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna.
Contoh: Atik adiknya afan
Susunan Kalimat yang Cermat
            Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsur subjek dan unsur predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan (tempat, waktu, cara, dan sebagainya) boleh ada boleh tidak sesuai dengan keperluan.
            Dalam rangka menerapkan prinsip tepat makna, maka unsur subjek dan unsur predikat harus ada. Jika salah satu tidak ada maka ketepatan makna kalimat menjadi terganggu.
Contoh: akan kita jalankan bukan kita akan jalankan, sekarang kita jalankan atau kita jalankan sekarang; bukan kita sekarang jalankan.

Bahasa yang Menarik

Menarik pada Judul Berita
            Pertama-tama orang ingin membaca sebuah berita adalah karena melihat judul beritanya. Oleh karena itu, menurut Rosihan Anwar (1991), judul berita itu  harus dikemas semenarik mungkin, dengan kata-kata yang dapat menggungah perasaan dan minat pembaca.
Contoh: 59 Mahasiswa UBD Selesaikan Pendidikan S2
            Pada Bab III sudah dibicarakan bahwa judul berita harus dalam bentuk kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba yang bersifat aktif, bukan pasif, meskipun prefiks me- pada verba itu ditinggalkan.
Menarik pada Teras Berita
            Pada bab II dan bab III sudah dibicarakan apa yang dimaksud dengan teras berita, yakni paragraf pertama dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada badan berita.
Contoh: PALEMBANG-Dipastikan awal April, Tunjangan Profesi Pendidikan (TPP) guru swasta (non-PNS) untuk triwulan pertama akan cair. Pencairan tersebut telah melewati proses validasi dari Dinas Pendidikan provinsi masing-masing sebelum dicairkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui bank nasional ke rekening masing-masing guru.
Menarik untuk Badan Berita, Berita Kisah, dan Artikel
            Selain dengan menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget” atau “menggigit” dalam penulisan berita atau karangan pada umumnya kita juga dapat melakukan hal-hal berikut.
Ø  Mendramatisasi Kejadian
Maksudnya suatu kejadian tidak cukup hanya dinyatakan dengan kata-kata abstrak saja, tetapi harus dinyatakan atau didramatisasikan.
Ø  Mengkonkretkan Kata Abstrak
Kata-kata seperti luas, kaya, besar, tinggi, jauh, dan sebagainya bersifat abstrak. Kita tidak tahu berapa luasnya, berapa kayanya, berapa besarnya, berapa tingginya, atau berapa jauhnya sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata itu. Oleh karena itu, agar lebih menarik dan lebih menjelaskan, pernyataan dengan kata-kata itu harus disebutkan angkanya yang konkret, yang dapat diukur dan dibayangkan.
Ø  Variasi Pola Kalimat
Seperti sudah dikemukakan pada bab IV sebuah kalimat dasar memiliki pola struktur subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (Ket). Dengan catatan keterangan bisa terdiri dari sejumlah keterangan, seperti keterangan cara, keterangan jumlah, dan sebagainya, meskipun semua keterangan itu tidak perlu muncul sekaligus dalam sebuah kalimat.
Ø  Variasi Jenis Kalimat
Dalam kajian sintaksis dikenal adanya jenis kalimat aktif yang dipertentangkan dengan kalimat pasif, adanya kalimat berita yang dipertentangkan dengan kalimat tanya atau kalimat perintah, dan adanya kalimat positif yang dipertentangkan dengan kalimat negatif. Jenis-jenis kalimat dapat digunakan agar tidak membosankan dan agra kalimat yang digunakan menjadi menarik. Kalimat-kalimat yang dikemukakan di atas adalah kalimat berita. Maka, agar menjadi menarik kalimat-kalimat di atas dapat disajikan dalam bentuk kalimat pasif, bila yang ingin ditonjolkan atau dikedepankan adalah unsur objeknya.
Ø  Variasi Konjungsi
Dalam menerapkan hemat kata seperti yang dibicarakan bab V, konjungsi atau kata sambung pada konteks-konteks tertentu dapat ditanggalkan, aliastidak usah digunakan. Namun, kalau terpaksa harus digunakan demi menerapkan prinsip tepat makna, makna hendaknya harus digunakan secara bervariasi demi menerapkan prinsip bahasa yang menarik. Jadi, kalau sekali sudah menggunakan kata meskipun, maka ditempat lain harus digunakan kata biarpun, sungguhpun, walaupun, atau sekalipun.
Ø  Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan disfemisme
Ungkapan adalah kata atau gabungan kata yang maknanya tidak dapat ditelusuri secara leksikal maupun gramatikal. Jadi, ungkapan ini memiliki makna khusus atau makna tertentu.
Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa.
Eufemisme adalah upaya menampilkan bentuk-bentuk  kata yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan untuk menggantikan kata-kata yang telah biasa dan dianggap kasar.
Disfemisme adalah upaya untuk mengganti kata atau ungkapan yang halus dengan kata atau ungkapan yang bermakna kasar.



Bahasa yang nalar

Pengantar
            Seorang jurnalis atau wartawan hanya harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang ditemukan dalam masyarakat. Dia tidak boleh mengajukan opininya atau pendapatnya mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang ditemuinya. Sekali lagi hanya fakta dan hanya fakta yang harus disampaikan.
            Dari pembicaraan di atas sudah dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan nalar adalah logis, masuk akal, atau dapat diterima menurut logika. Di dalam kehidupan kita memang banyak ungkapan-ungkapan, ucapan-ucapan, atau pendapat-pendapat yang tidak nalar. Seorang jurnalis harus dapat menangkap mana ungkapan yang nalar dan mana yang tidak. Ungkapan yang tidak nalar perlu disikapi dengan kritis agar berita yang disajikan betul-betul bermutu dan layak jadi berita.
Kesimpulan Umum (Induktif)
            Kesimpulan umum (induktif) adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya, ada fakta bahwa cakalang bernafas dengan insang, kakap bernafas dengan insang, bandeng bernafas dengan insang, tongkol bernafas dengan insang, dan sejumlah ikan lain juga bernafas dengan insang. Maka dari fakta-fakta itu dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ikan bernafas dengan insang.
Kesimpulan Khusus (Deduksi)
            Kesimpulan khusus (deduksi) ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK). Pernyataan yang bersifat umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan yang bersifat khusus lazim disebut premis minor. Dengan dasar kedua pernyataan itu dihasilkan sebuah kesimpulan deduksi yang logis dan sah.
Persamaan (Analogi) yang Salah
            Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Kesimpulan berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena kedua fakta khusus yang disamakan atau diperbandingkan tidak ada relevansinya.
Kesalahan Argumentasi
            Argumen adalah alasan untuk membenarkan suatu pernyataan.
            Kesalahan dalam memberikan alasan atau argumen, banyak sebabnya. Antara lain:
a.       Alasan yang diberikan tidak mengenai pokok masalah, atau pokok masalah itu ditukar dengan pokok masalah lain.
b.      Alasan yang diberikan bukan mengenai masalahnya, tetapi mengenai pribadi orangnya.
c.       Alasan yang diberikan tidak berdasarkan pendapat ahli dibidangnya. Umpamanya pernyataan tentang politik luar negeri didasarkan pada pendapat seorang ahli biologi atau pernyataan tentang pendidikan anak usia dini didasarkan pada pendapat ahli astronomi, dan sebagainya.
d.      Alasan yang diberikan berdasarkan pikiran atau pandangan apriori si pembicara atau penulis.
e.       Alasan yang diberikan tidak ada hubungannya dengan masalah pokok.
f.       Alasan yang diberikan sama dengan masalahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar