Nama : Intan Pratiwi
NIM : 06121402017
NIM : 06121402017
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG
NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.
bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
merupakan
sarana
pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol
kedaulatan dan
kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945;
b.
bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
merupakan
manifestasi
kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman
budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik
Indonesia;
c.
bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan
Indonesia
belum diatur di dalam bentuk undang-undang;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c,
perlu
membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan;
Mengingat:
Pasal
20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C
Undang-Undang Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU
KEBANGSAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera
Negara
adalah
Sang Merah Putih Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang
Negara
adalah
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
3.
Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Lagu
Kebangsaan
adalah Indonesia Raya.
4.
Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran
suatu jabatan
atau
organisasi.
5.
Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga
negara
Indonesia
di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6.
Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
7.
Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
8.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden yang
memegang
kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah.
Pasal
2
Pengaturan
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol
identitas
wujud
eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
berdasarkan asas:
a.
persatuan;
b.
kedaulatan;
c.
kehormatan;
d.
kebangsaan;
e.
kebhinnekatunggalikaan;
f.
ketertiban;
g.
kepastian hukum;
h.
keseimbangan;
i.
keserasian; dan
j.
keselarasan.
Pasal
3
Pengaturan
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk:
a.
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b.
menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik
Indonesia;
dan
c.
menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera,
bahasa, dan
lambang
negara, serta lagu kebangsaan.
BAB II
BENDERA NEGARA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
4
(1)
Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran
lebar 2/3
(dua-pertiga)
dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih
yang
kedua bagiannya berukuran sama.
(2)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang
warnanya tidak
luntur.
(3)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan
ukuran:
a.
200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
b.
120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
c.
100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d.
36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
e.
30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
f.
20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
g.
100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
h.
100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i.
30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan
j.
10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
(4)
Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan
Bendera
Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dan
bentuk
yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
5
(1) Bendera Negara yang dikibarkan
pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang
Saka Merah Putih.
(2) Bendera Pusaka Sang Saka
Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional
Jakarta.
Bagian Kedua
Penggunaan Bendera Negara
Pasal 6
Penggunaan Bendera Negara dapat
berupa pengibaran dan/atau pemasangan.
Pasal 7
(1) Pengibaran dan/atau
pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dilakukan pada waktu antara
matahari terbit hingga matahari terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu
pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan
pada malam hari.
(3) Bendera Negara wajib
dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia
tanggal 17 Agustus oleh warga
negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau
kantor, satuan pendidikan,
transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri.
(4) Dalam rangka pengibaran
Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pemerintah daerah memberikan
Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak
mampu.
(5) Selain pengibaran pada setiap
tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Bendera Negara dikibarkan pada
waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.
Pasal 8
(1) Pengibaran Bendera Negara
pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5)
secara nasional diatur oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan
kesekretariatan negara.
(2) Pengibaran Bendera Negara
pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5)
di daerah, diatur oleh kepala
daerah.
Pasal 9
(1) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di:
a. istana Presiden dan Wakil
Presiden;
b. gedung atau kantor lembaga
negara;
c. gedung atau kantor lembaga
pemerintah;
d. gedung atau kantor lembaga
pemerintah nonkementerian;
e. gedung atau kantor lembaga
pemerintah daerah;
f. gedung atau kantor dewan
perwakilan rakyat daerah;
g. gedung atau kantor perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri;
h. gedung atau halaman satuan
pendidikan;
i. gedung atau kantor swasta;
j. rumah jabatan Presiden dan
Wakil Presiden;
k. rumah jabatan pimpinan lembaga
negara;
l. rumah jabatan menteri;
m. rumah jabatan pimpinan lembaga
pemerintahan nonkementerian;
n. rumah jabatan gubernur,
bupati, walikota, dan camat;
o. gedung atau kantor atau rumah
jabatan lain;
p. pos perbatasan dan pulau-pulau
terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
q. lingkungan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
r. taman makam pahlawan nasional.
(2)
Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur
tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang ini;
(3)
Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara Republik Indonesia di
luar negeri sebagaimana a dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan
berpedoman pada undang-undang ini.
(4)
Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan
di luar gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di
negara yang bersangkutan.
Pasal
10
(1)
Bendera Negara wajib dipasang pada:
a.
kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden;
b.
kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu
berlabuh dan
berlayar;
atau
c.
pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di
Indonesia.
(2)
Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a
ditempatkan
di sebelah kanan kabin masinis.
(3)
Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditempatkan di
tengah
anjungan kapal.
(4)
Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditempatkan di
sebelah
kanan ekor pesawat terbang.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal
11
(1)
Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada:
a.
kendaraan atau mobil dinas;
b.
pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi;
c.
perayaan agama atau adat;
d.
pertandingan olahraga; dan/atau
e.
perayaan atau peristiwa lain.
(2)
Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah,
Ketua
Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan,
menteri
atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan
mantan
Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan.
(3)
Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipasang di
tengah-tengah
pada bagian depan mobil.
(4)
Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang
disediakan
Pemerintah,
Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.
Pasal
12
(1)
Bendera Negara dapat digunakan sebagai:
a.
tanda perdamaian;
b.
tanda berkabung; dan/atau
c.
penutup peti atau usungan jenazah.
(2)
Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a
digunakan
apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(3)
Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi
konflik
horizontal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib
menghentikan
pertikaian.
(4)
Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
huruf
b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil
Presiden,
pimpinan
atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala
daerah,
dan/atau
pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia.
(5)
Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikibarkan
setengah
tiang.
(6)
Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meninggal dunia,
pengibaran
Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di
seluruh
wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik
Indonesia
di
luar negeri.
(7)
Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang
dilakukan
selama
dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang
bersangkutan.
(8)
Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan
rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran
Bendera Negara
setengah
tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang
bersangkutan.
(9)
Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar
negeri,
pengibaran
Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di
Indonesia.
(10)
Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
dilakukan
sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat
(11)
Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat
(5)
bersamaan
dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar
nasional,
dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah
tiang
dan yang sebelah kanan dipasang penuh.
(12)
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1)
huruf c dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil
Presiden,
mantan
Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau
pejabat
setingkat
menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala
perwakilan
diplomatik,
anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang
meninggal
dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan
negara.
(13)
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud
pada ayat
(12)
dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna
merah
di
atas sebelah kiri badan jenazah.
(14)
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud
pada ayat (13) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.
Bagian
Ketiga
Tata
Cara Penggunaan Bendera Negara
Pasal
13
(1)
Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya
seimbang
dengan
ukuran Bendera Negara.
(2)
Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran
Bendera Negara.
(3)
Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata.
Pasal
14
(1)
Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan,
dengan khidmat,
dan
tidak menyentuh tanah.
(2)
Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang,
dihentikan
sebentar
dan diturunkan tepat setengah tiang.
(3)
Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan,
dinaikkan
terlebih
dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.
Pasal
15
(1)
Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir
memberi
hormat
dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara
sampai
penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.
(2)
Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diiringi
Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya.
Pasal
16
(1)
Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1), Bendera
Negara
ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung
atau
kantor,
rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan.
(2)
Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara:
a.
apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan rata pada dinding di
atas
sebelah
belakang pimpinan rapat;
b.
apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan
pimpinan
rapat
atau mimbar.
Pasal
17
(1)
Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan
bendera
negara
lain, ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama.
(2)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut:
a.
apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan di sebelah
kanan;
b.
apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera ditempatkan pada satu
baris
dengan
ketentuan:
1.
jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan di tengah; dan
2.
apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah
sebelah
kanan.
(3)
Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf
b dalam
acara
internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala
pemerintahan
dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional.
(4)
Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
berlaku untuk
Bendera
Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau
defile.
Pasal
18
Dalam
hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat Negara Kesatuan
Republik
Indonesia
dengan pejabat negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a.
apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang,
Bendera
Negara
ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah
kiri;
b.
bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau
paralel.
Pasal
19
Dalam
hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang pada tiang yang bersilang,
Bendera
Negara
ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera
negara lain.
Pasal
20
Dalam
hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja dipasang bersama dengan bendera
negara
lain
pada konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk
delegasi
Republik
Indonesia.
Pasal
21
(1)
Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi,
Bendera
Negara
ditempatkan dengan ketentuan:
a.
apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di
sebelah
kanan;
b.
apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu
baris,
Bendera
Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi
tengah;
c.
apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji
organisasi
dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan
d.
Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi.
(2)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan
dipasang lebih
tinggi
daripada bendera atau panji organisasi.
Pasal
22
(1)
Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya
dibuat sama
besar
dan disusun dengan urutan warna merah putih.
(2)
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang
berselingan
dengan
bendera organisasi atau bendera lain.
Pasal
23
Bendera
Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah
kiri. Bagian
Keempat
Larangan
Pasal
24
Setiap
orang dilarang:
a.
merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain
dengan maksud
menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
b.
memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
c.
mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
d.
mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan
memasang
lencana
atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
e.
memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup
barang yang
dapat
menurunkan kehormatan Bendera Negara.
BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
25
(1)Bahasa
Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan
dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan
sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
(2)Bahasa
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri
bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta
sarana komunikasi antardaerah dan
antarbudaya daerah.
(3)
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi
tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi
niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan bahasa media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan
dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan
dalam dokumen resmi negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan
dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara
yang lain yang disampaikan di
dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing
untuk tujuan yang mendukung
kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(3)
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk
satuan
pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara
asing.
Pasal
30
Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi
pemerintahan.
Pasal
31
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang
melibatkan
lembaga
negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau
perseorangan
warga negara Indonesia.
(2)
Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
melibatkan pihak
asing
ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa
Inggris.
Pasal
32
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum
yang bersifat
internasional
di Indonesia.
(2)
Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di
luar negeri.
Pasal
33
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja
pemerintah dan
swasta.
(2)
Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1)
yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam
pembelajaran
untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.
Pasal
34
Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada
instansi
pemerintahan.
Pasal
35
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi
karya ilmiah di
Indonesia.
(2)
Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau
bidang kajian
khusus
dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pasal
36
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia.
(2)
Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama
resmi.
(3)
Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan,
apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang,
lembaga usaha, lembaga
pendidikan,
organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum
Indonesia.
(4)
Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan
bahasa
daerah
atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat,
dan/atau
keagamaan.
Pasal
37
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa
produksi
dalam
negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2)
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa
daerah atau
bahasa
asing sesuai dengan keperluan.
Pasal
38
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas
umum,
spanduk,
dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
(2)
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai
bahasa
daerah
dan/atau bahasa asing.
Pasal
39
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.
(2)
Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah
atau
bahasa
asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.
Pasal
40
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
26
sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian
Ketiga
Pengembangan,
Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal
41
(1)
Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra
Indonesia
agar
tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
(2)
Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
42
(1)
Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan
sastra
daerah
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat
sesuai
dengan
perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
(2)
Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah
koordinasi
lembaga
kebahasaan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
43
(1)
Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki
kompetensi
berbahasa
asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi
berbahasa asing
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Peningkatan
Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Pasal
44
(1)
Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional
secara
bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan.
(2)
Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi
bahasa
internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kelima
Lembaga
Kebahasaan
Pasal
45
Lembaga
kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan
Pasal
44
ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung
jawab kepada
Menteri.
BAB IV
LAMBANG NEGARA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
46
Lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya
menoleh
lurus
ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada
leher Garuda, dan
semboyan
Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Pasal
47
(1)
Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh,
sayap, ekor,
dan
cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2)
Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing
berbulu 17,
ekor
berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal
48
(1)
Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah
garis hitam
tebal
yang melukiskan khatulistiwa.
(2)
Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang
mewujudkan
dasar Pancasila sebagai berikut:
a.
dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah
perisai
berbentuk
bintang yang bersudut lima;
b.
dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata
bulatan
dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
c.
dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri
atas
perisai;
d.
dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas
perisai;
dan
e.
dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas
dan
padi
di bagian kanan atas perisai.
Pasal
49
Lambang
Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a.
warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
b.
warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
c.
warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
d.
warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e.
warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Pasal
50
Bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46
sampai
dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
ini.
Bagian
Kedua
Penggunaan
Lambang Negara
Pasal
51
Lambang
Negara wajib digunakan di:
a.
dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
b.
luar gedung atau kantor;
c.
lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita
negara;
d.
paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
e.
uang logam dan uang kertas; atau
f.
materai.
Pasal
52
Lambang
Negara dapat digunakan:
a.
sebagai cap atau kop surat jabatan;
b.
sebagai cap dinas untuk kantor;
c.
pada kertas bermaterai;
d.
pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan;
e.
sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga
negara Indonesia
yang
sedang mengemban tugas negara di luar negeri;
f.
dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;
g.
dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
h.
dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau
i.
di rumah warga negara Indonesia.
Pasal
53
(1)
Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan
pendidikan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada:
a.
gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden;
b.
gedung dan/atau kantor lembaga negara;
c.
gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan
d.
gedung dan/atau kantor lainnya.
(2)
Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
51
huruf b pada:
a.
istana Presiden dan Wakil Presiden;
b.
rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
c.
gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di
luar
negeri;
dan
d.
rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat.
(3)
Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf b
diletakkan
pada tempat tertentu.
(4)
Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara,
berita
negara,
dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan
di
bagian tengah atas halaman pertama dokumen.
(5)
Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang
diterbitkan
pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah
halaman
dokumen.
Pasal
54
(1)
Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52
huruf
a digunakan oleh:
a.
Presiden dan Wakil Presiden;
b.
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Dewan Perwakilan Rakyat;
d.
Dewan Perwakilan Daerah;
e.
Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f.
Badan Pemeriksa Keuangan;
g.
menteri dan pejabat setingkat menteri;
h.
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai
duta
besar
luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap,
konsul
jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan;
i.
gubernur, bupati atau walikota;
j.
notaris; dan
k.
pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
(2)
Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
52 huruf b digunakan untuk kantor:
a.
Presiden dan Wakil Presiden;
b.
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Dewan Perwakilan Rakyat;
d.
Dewan Perwakilan Daerah;
e.
Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f.
Badan Pemeriksa Keuangan;
g.
menteri dan pejabat setingkat menteri;
h.
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai
duta
besar
luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap,
konsul
jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan;
i.
gubernur, bupati atau walikota;
j.
notaris; dan
k.
pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
(3)
Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf e
dipasang
pada pakaian di dada sebelah kiri.
(4)
Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas.
Pasal
55
(1)
Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar
Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
a.
Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera
Negara;
dan
b.
gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan
dipasang
lebih rendah daripada Lambang Negara.
(2)
Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di
dinding,
Lambang
Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar
Wakil
Presiden.
Pasal
56
(1)
Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana
tercantum
dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(2)
Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat.
Bagian
Ketiga
Larangan
Pasal
57
Setiap
orang dilarang:
a.
mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan
maksud
menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b.
menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna,
dan
perbandingan
ukuran;
c.
membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi
dan/atau
perusahaan
yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d.
menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
BAB V
LAGU KEBANGSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 58
(1) Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.
(2) Lagu Kebangsaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang
ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 59
(1) Lagu Kebangsaan wajib
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. untuk menghormati Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
b. untuk menghormati Bendera
Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera
Negara yang diadakan dalam
upacara;
c. dalam acara resmi yang
diselenggarakan oleh pemerintah;
d. dalam acara pembukaan sidang
paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah;
e. untuk menghormati kepala
negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam
kunjungan resmi;
f. dalam acara atau kegiatan
olahraga internasional; dan
g. dalam acara ataupun kompetisi
ilmu pengetahuan teknologi, dan seni internasional yang
diselenggarakan di Indonesia.
(2) Lagu Kebangsaan dapat
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. sebagai pernyataan rasa
kebangsaan;
b. dalam rangkaian program
pendidikan dan pengajaran;
c. dalam acara resmi lainnya yang
diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan
kelompok masyarakat lain;
dan/atau
d. dalam acara ataupun kompetisi
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lagu
Kebangsaan
Pasal 60
(1) Lagu Kebangsaan dapat
dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik,
ataupun diperdengarkan secara
instrumental.
(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi
alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali
ulangan pada refrein.
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak
diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama,
dengan satu kali ulangan pada
bait ketiga stanza pertama.
Pasal 61
Apabila Lagu Kebangsaan
dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua dan stanza
ketiga dinyanyikan ulang satu
kali.
Pasal 62
Setiap orang yang hadir pada saat
Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib
berdiri tegak dengan sikap
hormat.
Pasal 63
(1) Dalam hal Presiden atau Wakil
Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan kepala
negara atau kepala pemerintahan
negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan
lebih dahulu, selanjutnya Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya.
(2) Dalam hal Presiden Republik
Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara
penyerahan surat kepercayaan,
lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta
besar negara lain tiba, dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta
besar negara lain akan
meninggalkan istana.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 64
Setiap orang dilarang:
a. mengubah Lagu Kebangsaan
dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud
untuk menghina atau merendahkan
kehormatan Lagu Kebangsaan;
b. memperdengarkan, menyanyikan,
ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan
dengan maksud untuk tujuan
komersial; atau
c. menggunakan Lagu Kebangsaan
untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 65
Warga Negara Indonesia berhak dan
wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara,
Bahasa Indonesia, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan
bangsa dan negara sesuai dengan
Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
Setiap orang yang merusak,
merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain
dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 67
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja memakai Bendera
Negara untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;
b. dengan sengaja mengibarkan
Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf c;
c. mencetak, menyulam, dan
menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang
lencana atau benda apapun pada
Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf d;
d. dengan sengaja memakai Bendera
Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan
tutup barang yang dapat
merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf e.
Pasal 68
Setiap orang yang mencoret,
menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan
maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk,
warna, dan perbandingan ukuran;
b. membuat lambang untuk perseorangan,
partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau
perusahaan yang sama atau
menyerupai Lambang Negara; atau
c. dengan sengaja menggunakan
Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 70
Setiap orang yang mengubah Lagu
Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain
dengan maksud untuk menghina atau
merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 71
(1) Setiap orang yang dengan
sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun
menyebarluaskan hasil ubahan Lagu
Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf b, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap
orang yang dengan sengaja
menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64 huruf c.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini
berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum
diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan pelaksana yang
diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini diselesaikan paling
lama 2 (dua) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar