Minggu, 11 Mei 2014

Intisari Bab 10 sampai Bab 11

Nama   : Riska Wulan Fitri
NIM    : 06121402003
Prodi   : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Bab 10                                                            Masalah Bahasa Lainnya
Ada empat buah masalah mengenai bahasa ini yang masih perlu dibicarakan, yaitu masalah kata penat, masalah kontaminasi, malasah hemat tempat melalui ejaan, dan masalah bahasa jurnalistik untuk siaran radio dan televisi.

Kata Penat
Kata penat adalah istilah yang dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata Inggris tired words, yakni berkaitan dengan kata-kata yang sangat sering digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan sering menjadi penat dan letih dibuatnya. Kata penat ini lazim juga disebut kata-kata klise atau stereo type.
Kalau kata penat “dalam rangka” banyak digunakan pada paragraf pertama dari suatu berita maka ada sejumlah kata penat yang digunakan pada paragraf-paragraf berikutnya, seperti kata-kata.
-          Sementara itu
-          Dalam pada itu
-          Perlu diketahui
Memang dalam setiap karangan apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata atau ungkapan yang menghubungkannya.

Kerancuan (Kontaminasi)
Kerancuan atau kontaminasi adalah pencampuran dua ungkapan (konstruksi bahasa) yang terjadi atau dilakukan tanpa disadari, tetapi akibatnya bentuk ugkapan itu menjadi kacau.
Contoh-contoh kontaminasi kain yang harus kita hindarkanm antara lain, adalah:
-          Sementara orang
Kata sementara seperti sudah dibicarakan pada contoh bermakna ‘sedang’ atau beberapa orang atau sejumlah orang. Kekeliruan ini, Rosihan Anwar (1991) terjadi karena dikelirukan dengan kata sawatara dari bahasa Jawa yang memang bermakna ‘beberapa’.

Hemat Kata Melalui Ejaan
Rosihan Anwar (1991) punya gagasan bahwa kita dapat melakukan penghematan melalui ejaan. Contoh yang diberikan adalah penulisan kata:
-          Syah menjadi sah
-          Syukur menjadi sukur
-          Shalat menjadi salat
-          Dzikir menjadi zikir
-          Karier menjadi karir
Kata syah, misalnya, tidak mungkin dijadikan sah karena kata syah dan sah memiliki makna yang berbeda. Syah adalah ‘raja’ sedangkan sah bermakna ‘benar’, sebagai lawan dari kata tidak benar atau tidak berlaku.
Bahasa Jurnalistik Radio dan Televisi
Yang sudah kita bicarakan dari Bab I sampai Bab IX adalah ragam bahasa jurnalistik untuk media cetak, terutama surat kabar, dan majalah berita. Siaran berita dalam media cetak disampaikan dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca; dan kalau perlu dapat dibaca berulang-ulang. Jadi, untuk disiarkan di media etak seseorang jurnalis harus menulis berita dengan kalimat-kalimat yang ringkas, padat, lugas dan menarik. Siaran berita dalam radio disampikan secara lisan. Jadi, untuk bisa memahami siaran berita media radio seseorang haruslah mendengarkan dengan menggunakan indra pendengaran sebaik-baiknya. Sebagaimana dengan berita untuk media cetak berita untuk radio dan media televisi juga mengenal unsur 5W+1H, yaitu unsur what, who, when, where, why, dan how.
Mark W. Hall (dalam Rosihan Anwar 1991) mengatakan perbedaan pokok antara jurnalistik cetak dengan jurnalistik siaran ialah yang pertama ditujukan untuk mata, sedangkan yang kedua untuk telinga. Karena itu, dia membedakan antara yang disebut see copy naskah untuk dilihat, dan hear copy naskah untuk didengar.
Bahasa untuk hear copy antara lain, harus:
(a)    dalam gaya percakapan (conversational style)
(b)   dengn kalimat-kalimat yang pendek dan lugas atau to the point
(c)    menghindarkan susunan kalimat terblik (inverted sentence)
(d)   mengusahakan agar subjek dan predikat letaknya berdekatan

Poin (a), (b), dan (d) tentu sudah kita pahami karena sudah dibicarakan pada bab-bab yang lalu. Lalu, yang dimaksud dengan kalimat terbalik yang boleh digunakan dalam see copy adalah sebagai berikut.
(1)   Tidak akan ada lagi bahaya banjir untuk lima tahun mendatang di daerah DKI Jaya, demikian diterangkan oleh Kepala Proyek Banjir DKI Drs ABC
Maka dalam hear copy susunan kalimat (1) di atas harus dibalik menjadi kalimat (2) berikut.
(2)   Kepala Proyek Banjir DKI Jaya Drs ABC mengatakan bahwa tidak akan lagi bahaya banjir di daerah Jakarta untuk lima tahun mendatang.


Bab 11                                                Memburu dan Menyajikan Berita

Memburu Berita
Tugas pertama seorang wartawan sehari-hari adalah memburu, mencari, atau menemukan berita. Untuk tugas ini tentunya si wartawan harus memiliki satu kompetensi, yaitu kompetensi mencari berita. Misalnya ada peristiwa sebuah busway (bus transjakarta) menabrak sebuah sepeda motor di jalan raya Matraman, Jakarta Timur. Maka, fakta-fakta yang dikumpulkan adalah :
Pertama, fakta-fakta yang berkenaan dengan unsur what, yaitu apa yang terjadi. Dalam hal ini sebuah bus transjakarta menabrak sebuah sepeda motor
Kedua, fakta-fakta yang berkenaan dengan unsur who, yaitu siapa yang terlibat. Fakta-faktanya adalah sebuah bus transjakarta, bernomor polisi berapa, jenis bus, jumbo atau yang biasa; bus dari arah mana mau ke mana, kondisi setelah tabarakan terjadi. Fakta kedua adalah motor yang terlibat, nomor polisinya berapa, mereknya apa, jenisnya apa; bebek atau bukan; kondisi motor setelah tabarakan terjadi. Jangan katakan ringsek atau tidak ringsek. Deskripsikan saja, misalnya rodanya yang bengkok, strinya yang patah, kaa spionnya yang hancur, dan sebagainya.
Ketiga, adalah fakta-fakta mengenai unsur when, yaitu kejadian: pukul berapa, hari apam tanggal berapa, bulan apa; pagi, siang, sore atau malam. Ketika lalu lintas sepi atau sibuk, dan sebagainya.
Keempat, adalah fakta-fakta mengenai unsur where, yaitu tempat peristiwa tabarakan terjadi, di jalan apa, di dekat apa, termasuk wilayah mana.
Kelima, adalah fakta-fakta mengenai why, yaitu mengapa tabarakn terjadi. Misalnya karena pengendara motor memotong jalur busway tanpa melihat dulu kebelakang. Busway yang tidak sempat mengerem. Fakta-fakta mengenai wahy ini dapat diperoleh dari keterangan para saksi mata, dari sopir busway itu sendiri atau penumpang busway.
Keenam, adalah fakta-fakta dari unsur how, yaitu bagaimana tabrakan itu terjadi dan bagaimana akibat tabrakan itu. Fakta mengenai tabrakan terjadi tentu berkenaan dengan posisi busway dan posisi sepeda motor sewaktu tabrakan terjadi.
Bagaimana, kalau si wartawan terlambat datang di tempat kejadian; apakah atau bagaimanakah dia dapat mengumpulkan fakta-fakta tentang peristiwa tabrakan itu, dia masih dapat mengumpulkan fakta-fakta dari sumber-sumber yang tahu atau menangani kejadian tersebut; dari saksi mata, dari kepolisian, dari pihak rumah sakit, atau juga dari keluarga korban.

Menyajikan Berita
Fakta-fakta yang sudah terkumpul, baik dalam catatan di kertas maupun dalam bentuk rekamna, harus diolah, disajikan menjadi naskah berita yang akan dicetak atau dimuat dalam surat kabar atau majalah.
Misalnya, berita mengenai peristiwa tabrakan antara busway dengan sepeda motor di atas dapat kita rumuskan dulu beberapa judul alternatif. Misalnya :
(1)   Tabrakan busway dan sepeda motor
(2)   Lagi-lagi busway minta korban
(3)   Kurang hati-hati membelok dihajar busway
(4)   Korban terpental luka parah
Judul (1) tampaknya judul biasa karena hanya menonjolkan untuk what-nya. Jadi, tidak menarik. Judul (2) dibuat karena diingat sebeumnya telah banyak korban tabrakan dengan busway. Judul ini menonjolkan who-nya dari busway. Cukup menarik. Judul (3) menonjolkan who-nya dari pihak pengendara sepeda motor. Judul ini juga menarik tetapi kalimat terlalu panjang karena dilengkapi dengan keterangan sebab, yaitu “kurang hati-hati membelok”. Kemudian judul (4) menonjolkan who-nya dari pihak pengendara sepeda motor.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar