Nama : Riska Wulan Fitri
NIM :
06121402003
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Bab
10 Masalah
Bahasa Lainnya
Ada empat buah
masalah mengenai bahasa ini yang masih perlu dibicarakan, yaitu masalah kata
penat, masalah kontaminasi, malasah hemat tempat melalui ejaan, dan masalah
bahasa jurnalistik untuk siaran radio dan televisi.
Kata
Penat
Kata penat
adalah istilah yang dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata
Inggris tired words, yakni berkaitan dengan kata-kata yang sangat sering
digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan sering menjadi penat dan letih
dibuatnya. Kata penat ini lazim juga disebut kata-kata klise atau stereo type.
Kalau kata penat
“dalam rangka” banyak digunakan pada paragraf pertama dari suatu berita maka
ada sejumlah kata penat yang digunakan pada paragraf-paragraf berikutnya,
seperti kata-kata.
-
Sementara itu
-
Dalam pada itu
-
Perlu diketahui
Memang dalam setiap karangan
apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata atau ungkapan yang
menghubungkannya.
Kerancuan
(Kontaminasi)
Kerancuan atau
kontaminasi adalah pencampuran dua ungkapan (konstruksi bahasa) yang terjadi
atau dilakukan tanpa disadari, tetapi akibatnya bentuk ugkapan itu menjadi
kacau.
Contoh-contoh
kontaminasi kain yang harus kita hindarkanm antara lain, adalah:
-
Sementara orang
Kata sementara
seperti sudah dibicarakan pada contoh bermakna ‘sedang’ atau beberapa orang
atau sejumlah orang. Kekeliruan ini, Rosihan Anwar (1991) terjadi karena
dikelirukan dengan kata sawatara dari bahasa Jawa yang memang bermakna
‘beberapa’.
Hemat
Kata Melalui Ejaan
Rosihan Anwar
(1991) punya gagasan bahwa kita dapat melakukan penghematan melalui ejaan.
Contoh yang diberikan adalah penulisan kata:
-
Syah menjadi sah
-
Syukur menjadi
sukur
-
Shalat menjadi
salat
-
Dzikir menjadi
zikir
-
Karier menjadi
karir
Kata syah, misalnya, tidak mungkin dijadikan sah
karena kata syah dan sah memiliki makna yang berbeda. Syah adalah ‘raja’
sedangkan sah bermakna ‘benar’, sebagai lawan dari kata tidak benar atau tidak
berlaku.
Bahasa Jurnalistik Radio dan
Televisi
Yang sudah kita
bicarakan dari Bab I sampai Bab IX adalah ragam bahasa jurnalistik untuk media
cetak, terutama surat kabar, dan majalah berita. Siaran berita dalam media
cetak disampaikan dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca; dan kalau perlu
dapat dibaca berulang-ulang. Jadi, untuk disiarkan di media etak seseorang
jurnalis harus menulis berita dengan kalimat-kalimat yang ringkas, padat, lugas
dan menarik. Siaran berita dalam radio disampikan secara lisan. Jadi, untuk
bisa memahami siaran berita media radio seseorang haruslah mendengarkan dengan
menggunakan indra pendengaran sebaik-baiknya. Sebagaimana dengan berita untuk
media cetak berita untuk radio dan media televisi juga mengenal unsur 5W+1H,
yaitu unsur what, who, when, where, why, dan how.
Mark W. Hall
(dalam Rosihan Anwar 1991) mengatakan perbedaan pokok antara jurnalistik cetak
dengan jurnalistik siaran ialah yang pertama ditujukan untuk mata, sedangkan
yang kedua untuk telinga. Karena itu, dia membedakan antara yang disebut see copy naskah untuk dilihat, dan hear copy naskah untuk didengar.
Bahasa untuk hear copy antara lain, harus:
(a)
dalam gaya
percakapan (conversational style)
(b)
dengn
kalimat-kalimat yang pendek dan lugas atau to
the point
(c)
menghindarkan
susunan kalimat terblik (inverted
sentence)
(d)
mengusahakan
agar subjek dan predikat letaknya berdekatan
Poin (a), (b),
dan (d) tentu sudah kita pahami karena sudah dibicarakan pada bab-bab yang
lalu. Lalu, yang dimaksud dengan kalimat terbalik yang boleh digunakan dalam see copy adalah sebagai berikut.
(1)
Tidak akan ada
lagi bahaya banjir untuk lima tahun mendatang di daerah DKI Jaya, demikian
diterangkan oleh Kepala Proyek Banjir DKI Drs ABC
Maka dalam hear copy susunan kalimat (1) di atas
harus dibalik menjadi kalimat (2) berikut.
(2)
Kepala Proyek
Banjir DKI Jaya Drs ABC mengatakan bahwa tidak akan lagi bahaya banjir di
daerah Jakarta untuk lima tahun mendatang.
Bab
11 Memburu
dan Menyajikan Berita
Memburu
Berita
Tugas pertama
seorang wartawan sehari-hari adalah memburu, mencari, atau menemukan berita.
Untuk tugas ini tentunya si wartawan harus memiliki satu kompetensi, yaitu
kompetensi mencari berita. Misalnya ada peristiwa sebuah busway (bus
transjakarta) menabrak sebuah sepeda motor di jalan raya Matraman, Jakarta
Timur. Maka, fakta-fakta yang dikumpulkan adalah :
Pertama,
fakta-fakta yang berkenaan dengan unsur what, yaitu apa yang terjadi. Dalam hal
ini sebuah bus transjakarta menabrak sebuah sepeda motor
Kedua,
fakta-fakta yang berkenaan dengan unsur who, yaitu siapa yang terlibat.
Fakta-faktanya adalah sebuah bus transjakarta, bernomor polisi berapa, jenis
bus, jumbo atau yang biasa; bus dari arah mana mau ke mana, kondisi setelah
tabarakan terjadi. Fakta kedua adalah motor yang terlibat, nomor polisinya
berapa, mereknya apa, jenisnya apa; bebek atau bukan; kondisi motor setelah
tabarakan terjadi. Jangan katakan ringsek atau tidak ringsek. Deskripsikan
saja, misalnya rodanya yang bengkok, strinya yang patah, kaa spionnya yang
hancur, dan sebagainya.
Ketiga,
adalah fakta-fakta mengenai unsur when, yaitu kejadian: pukul berapa, hari apam
tanggal berapa, bulan apa; pagi, siang, sore atau malam. Ketika lalu lintas
sepi atau sibuk, dan sebagainya.
Keempat,
adalah fakta-fakta mengenai unsur where, yaitu tempat peristiwa tabarakan
terjadi, di jalan apa, di dekat apa, termasuk wilayah mana.
Kelima,
adalah fakta-fakta mengenai why, yaitu mengapa tabarakn terjadi. Misalnya
karena pengendara motor memotong jalur busway tanpa melihat dulu kebelakang.
Busway yang tidak sempat mengerem. Fakta-fakta mengenai wahy ini dapat
diperoleh dari keterangan para saksi mata, dari sopir busway itu sendiri atau
penumpang busway.
Keenam,
adalah fakta-fakta dari unsur how, yaitu bagaimana tabrakan itu terjadi dan
bagaimana akibat tabrakan itu. Fakta mengenai tabrakan terjadi tentu berkenaan
dengan posisi busway dan posisi sepeda motor sewaktu tabrakan terjadi.
Bagaimana, kalau
si wartawan terlambat datang di tempat kejadian; apakah atau bagaimanakah dia
dapat mengumpulkan fakta-fakta tentang peristiwa tabrakan itu, dia masih dapat
mengumpulkan fakta-fakta dari sumber-sumber yang tahu atau menangani kejadian
tersebut; dari saksi mata, dari kepolisian, dari pihak rumah sakit, atau juga
dari keluarga korban.
Menyajikan
Berita
Fakta-fakta yang
sudah terkumpul, baik dalam catatan di kertas maupun dalam bentuk rekamna,
harus diolah, disajikan menjadi naskah berita yang akan dicetak atau dimuat
dalam surat kabar atau majalah.
Misalnya, berita
mengenai peristiwa tabrakan antara busway dengan sepeda motor di atas dapat
kita rumuskan dulu beberapa judul alternatif. Misalnya :
(1)
Tabrakan busway
dan sepeda motor
(2)
Lagi-lagi busway
minta korban
(3)
Kurang hati-hati
membelok dihajar busway
(4)
Korban terpental
luka parah
Judul (1)
tampaknya judul biasa karena hanya menonjolkan untuk what-nya. Jadi, tidak menarik. Judul (2) dibuat karena diingat
sebeumnya telah banyak korban tabrakan dengan busway. Judul ini menonjolkan who-nya dari busway. Cukup menarik.
Judul (3) menonjolkan who-nya dari
pihak pengendara sepeda motor. Judul ini juga menarik tetapi kalimat terlalu
panjang karena dilengkapi dengan keterangan sebab, yaitu “kurang hati-hati
membelok”. Kemudian judul (4) menonjolkan who-nya
dari pihak pengendara sepeda motor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar