Nama : Erika Musrima
NIM
: 06121402021
Prodi
: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Mata Kuliah: Bahasa
Jurnalistik
MEDIA INDONESIA: Rabu, 26 Maret
2014
EDITORIAL
Selamatkan Bahasa Indonesia, Selamatkan Bangsa
Masihkah kita mengingat peristiwa 28 Oktober 1928 yang
dikenal dengan nama Sumpah Pemuda? Dalam peristiwa tersebut berhasil dirumuskan
3 poin penting yang melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.
Persatuan itu juga yang akhirnya membawa Indonesia menjadi negara merdeka. 3
poin tersebut meliputi mengaku bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan
berbahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dimasukkan dalam salah satu poin sumpah
pemuda karena bahasa merupakan salah satu alat pemersatu bangsa, terlebih
Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa dengan keunikan bahasanya
masing-masing. Tanpa ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
sudah tentu perjuangan masyarakat Indonesia tidak akan pernah bersatu dan bukan
tidak mungkin negara kita masih dijajah hingga saat ini.
Bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Melayu. Dari
jumlah pemakainya di Indonesia, sebenarnya bahasa melayu bukan bahasa terbesar.
Bahasa Jawalah yang merupakan bahasa terbesar dari segi pemakainya pada saat
itu. Namun, bahasa melayu dipilih sebagai bahasa Indonesia karena beberapa
alasan, antara lain bahasa ini sederhana, komunikatif dan sudah menjadi lingua
franca atau bahasa pengantar perdagangan dan pelayanan di
pelabuhan Indonesia dan Asia Tenggara sejak ribuan tahun lalu. Bahasa
Melayu juga tidak mempunyai tingkatan-tingkatan bahasa seperti yang
dimiliki oleh bahasa lain serta telah dijadikan bahasa kebudayaan. Semenjak
resmi menjadi Bahasa Nasional, masyarakat Indonesia dari perkotaan hingga
kepedesaan secara bersama-sama menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi
kehidupan sehari-hari.
Namun, saat ini perkembangan bahasa Indonesia
memprihatinkan, pasalnya semakin banyak keluarga Indonesia yang menjadikan
bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari di rumah. Tidak hanya di rumah,
penggunaan bahasa asing pun sudah mulai menjamur di sekolah-sekolah. Kehadiran
sekolah Internasional di Indonesia terutama di Ibukota yang menggunakan
kurikulum dari luar negeri menyebabkan sekolah tersebut menggunakan bahasa
asing sebagai pengantar sehari-hari. Bahkan orang tua pun kini merasa bangga
jika anak-anak mereka pandai berbahasa Inggris. Akibatnya kini marak kita temui
terselipnya kata-kata bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di
berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga tokoh nasional dalam wawancara resmi,
dialog, atau debat. Tokoh tersebut seringkali kesulitan untuk berkomunikasi
dalam bahasa Indonesia sepenuhnya dan selalu menyelipkan kata-kata,
istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing. Fenomena ini seakan menimbulkan
stigma bahwa Bahasa Indonesia sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat
Indonesia.
Menguasai bahasa asing di era globalisasi seperti saat ini
merupakan suatu kebutuhan agar bisa bersaing di kancah global. Jadi, bukanlah
suatu masalah jika masyarakat Indonesia belajar menguasai bahasa asing. Hanya
saja, perlu diperhatikan sekeras apapun kita belajar bahasa asing, jangan
sampai melupakan bahasa sendiri, bahasa tanah air, bahasa kebangganan, bahasa
pemersatu, yakni bahasa Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesia mengalami
kepunahan akibat semakin berkurangnya masyarakat yang menggunakan bahasa
Indonesia.
Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan harus
membuat kebijakan yang mengatur setiap sekolah memberikan pengajaran tentang
bahasa Indonesia dari Taman Kanak-Kanak hingga ke tingkat Perguruan Tinggi,
termasuk bagi sekolah-sekolah asing di Indonesia. Pengajaran ini bukan hanya
menekankan pada gramatika, namun juga sejarah bahasa Indonesia. Sekolah-sekolah
yang menggunakan pengantar bahasa asing setiap hari juga harus mau menerapkan
kewajiban bagi siswanya untuk berbahasa Indonesia pada hari-hari tertentu,
minimal sehari dalam seminggu. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan tersebut
juga harus mengadakan kompetisi rutin penulisan makalah atau cerita tentang
kebanggaan terhadap bangsa Indonesia. Dengan begitu, kelestarian bangsa
Indonesia akan tetap terjaga di tengah-tengah globalisasi.
Jangan biarkan kita (masyarakat Indonesia) kehilangan jati
diri bangsa. Selamatkan bahasa nasional kita. Mari cintai bahasa ibu pertiwi,
bahasa Indonesia.
Analisis Tajuk
1. Dari segi bahasa jurnalistik
a. Jumlah
Paragraf: 7 Paragraf
b.
Kalimat:
Kalimat dalam tajuk
rencana diatas sudah bagus dan memenuhi
unsur SPOK. Kalimat inti dan
kalimat penjelas saling berkaitan.
c. Diksi:
Pilihan kata dalam tajuk rencana
diatas sudah bagus, sederhana dan mudah dipahami.
Contoh : Fenomena ini
seakan menimbulkan stigma bahwa Bahasa Indonesia sudah mulai ditinggalkan oleh
masyarakat Indonesia. Kata “fenomena” dan “stigma” lebih menarik di banding
kata “kejadian” dan “tanda”
d. EYD:
Penulisan tajuk rencana sudah sesuai
dengan EYD. Hanya, ada beberapa penulisan kata yang salah dan tidak sesuai EYD.
Contoh: 3 poin tersebut meliputi mengaku bertanah air Indonesia, berbangsa
Indonesia dan berbahasa Indonesia.
Seharusnya penulisan angka di awal
kalimat ditulis dengan huruf. Contoh: Tiga
poin tersebut meliputi mengaku bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan
berbahasa Indonesia.
2. Dari segi teori:
Menggunakan teori
SEES, karena dalam
tajuk terdapat, pernyataan singkat yang menggugah pembaca (statement), memberi penjelasan pernyataan
singkat tersebut (explanation),
menyakinkan pembaca dengan contoh (example)
dan mengikat hati khalayak dengan simpulan (summary).
a. statement: Masihkah kita mengingat peristiwa 28
Oktober 1928 yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda? Dalam peristiwa tersebut
berhasil dirumuskan 3 poin penting yang melambangkan persatuan dan kesatuan
masyarakat Indonesia. Persatuan itu juga yang akhirnya membawa Indonesia
menjadi negara merdeka. 3 poin tersebut meliputi mengaku bertanah air
Indonesia, berbangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia.
b. explanation: Bahasa Indonesia dimasukkan dalam salah
satu poin sumpah pemuda karena bahasa merupakan salah satu alat pemersatu
bangsa, terlebih Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa dengan keunikan
bahasanya masing-masing. Tanpa ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional sudah tentu perjuangan masyarakat Indonesia tidak akan pernah bersatu
dan bukan tidak mungkin negara kita masih dijajah hingga saat ini. Namun, saat
ini perkembangan bahasa Indonesia memprihatinkan, pasalnya semakin banyak
keluarga Indonesia yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari di
rumah. Tidak hanya di rumah, penggunaan bahasa asing pun sudah mulai menjamur
di sekolah-sekolah.
c. example: Kehadiran sekolah Internasional di
Indonesia terutama di Ibukota yang menggunakan kurikulum dari luar negeri
menyebabkan sekolah tersebut menggunakan bahasa asing sebagai pengantar
sehari-hari. Bahkan orang tua pun kini merasa bangga jika anak-anak mereka
pandai berbahasa Inggris. Akibatnya kini marak kita temui terselipnya kata-kata
bahasa Inggris di dalam percakapan bahasa Indonesia di berbagai kalangan, mulai
anak-anak hingga tokoh nasional dalam wawancara resmi, dialog, atau debat.
Tokoh tersebut seringkali kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
sepenuhnya dan selalu menyelipkan kata-kata, istilah-istilah, dan
ungkapan-ungkapan asing. Fenomena ini seakan menimbulkan stigma bahwa Bahasa
Indonesia sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia.
d.
Summary: Menguasai bahasa
asing di era globalisasi seperti saat ini merupakan suatu kebutuhan agar bisa
bersaing di kancah global. Jadi, bukanlah suatu masalah jika masyarakat
Indonesia belajar menguasai bahasa asing. Hanya saja, perlu diperhatikan
sekeras apapun kita belajar bahasa asing, jangan sampai melupakan bahasa
sendiri, bahasa tanah air, bahasa kebangganan, bahasa pemersatu, yakni bahasa
Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesia mengalami kepunahan akibat semakin
berkurangnya masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar