Minggu, 11 Mei 2014

Nama: Umi Qasanah
NIM: 06121402027
"Inti Sari dari Buku Bahasa Jurnalistik karya Abdul Chaer" 


BAHASA JURNALISTIK
BAB 1 Pendahuluan
            Dalam penggunaan bahasa jurnalistik, kalau jurnalistik nasional, atau yang beredar secara nasional, tentu harus menggunakan bahasa Indonesia. Seangkan jurnalisti lokal atau kedaerahan boleh saja mnggunakan bahasa daerah, bukan bahasa Indonesia.
Bahasa jurnalistik atau bahasa Indonesia jurnalistik juga mempunyai ciri-ciri sendiri yang membedakannya dengan ragam-ragam bahasa lainnya. Cirinya adalah sesuai dengan tujuan tulisan jurnalistik dan siapa pembaca ragam jurnalistik itu.
Tujuan semua penulisan karya jurnalistik adlah menyampaikan informasi, opini, dan ide kepada pembaca secara umum. Bahasa jurnalistik itu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik memegang tiga prinsip yaitu: hemat kata, tepat makna, dan menarik
BAB 2 Berita: Pengertian dan Jenisnya
            Berita merupakan kejadian yang diulang dengan menggunakan kata-kata, sering juga ditambah dengan gambar, atau hanya berupa gambar-gambar saja. Tugas menjadi tugas mencari, menulis, dan menyiarkan berita sampai diketahui dan diterima oleh banyak orang adalah seorang jurnalis.
            Menurut Ashadi Siregar (1982) suatu peristiwa atau kejadian yang layak dijadikan sebuah berita jika mengandung satu atau beberapa unsur seperti berikut:
1.      Kejadian atau peristiwa yang mempunyai kemungkinan akan mempengaruhi kehidupan orang banyak. Cont: bahaya penyakit dan Bencana Alam
2.      Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi orang banyak. Cont: kejadian gempa yang menelan banyak orban jiwa.
3.      Kejadian atau peristiwa yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi, atau baru ditemukan. Cont: merebaknya penyakit cikungunya, penyakit flu burung, dan flu babi.
4.      Kejadian atau peristiwa yang dekat dengan pembaca.  Cont: peristiwa-peristiwa penyerangan tentara israel yang menyerang palestina adalah dekat dengan Indonesia yang mayoritas muslim.
5.      Kejadian atau peristiwa mengenai hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca. Cont: peristiwa tentang tokoh masyarakat, agama, artis, dan selebritis.
6.      Kejadian atau peristiwa yang memberi sentuhan perasaan. Cont: seorang nenek yg mencuru coklat lalu mendapatkan hukuman yang berat.
Kejadian yang layak berita jika memiliki salah satu unsur diatas. Semakin banyak unsur yang terdapat dalam suatu kejadian maka itu merupakan berita besar. Selain itu, suatau berita harus memperhatikan daya tarik pembaca dengan melaporkan unsur diatas dan memenuhi 5W +1H.
Jenis-jenis berita, antara lain:
1.      Berita utama dan berita-berita lain;
2.      Tajuk rencana;
3.      Artikel lepas yang ditulis orang dari luar lingkungan jurnalistik;
4.      Iklan-iklan;
5.      Tulisan pembaca;
6.      Pojok.
Ragam bahasa dalam surat kabar kita lihat dari ragam yang paling formal (yaitu bahasa tajuk rencana, atau editorial) sampai yang tidak formal yaitu bahasa yang digunakan pada rubrik pojok atau rubrik kartun.
Berita-berita yang dimuat pada setiap surat kabar lazim dibedakan atas (1) berita langsung (straight newa), (2) berita ringan (soft news), (3) berita kisah atau fitur (features). Seorang junalis dituntut berrmata jeli, dapat melihat berbagai kejadian dibalik satu kejadian atau peristiwa.
BAB 3 Penulisan Berita
            Dalam penulisan berita mengandung unsur karang mengarang dan tidak pula lepas dari rambu-rambu khusus yang berlaku dalam dunia jurnalistik. Rambu-rambu tersebut yaitu: judul berita, teras berita, (lead,intro), tubuh berita (detail), dan bagian penutup.
Penulisan Judul Berita: judul berita disebut juga kepala berita atau headline news, harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menarik dan ‘”hidup”. Dengan menanggalkan prefiks me- atau prefiks ber- yang ada pada verba atau kata kerjanya.
Penulisan Teras Berita: Teras berita merupakan pengantar berita, awal berita, dan intro. Teras berita merupakan bagian terpenting dari sebuah berita, yang ditempatkan pada paragraf pertama di bawah judul berita. Teras berita ini harus menarik dan ditulis dalam kalimat-kalimat pendek. Teras berita harus menggambarkan isi berita pada tubuh berita (detail). Karena itu, sebuah teras berita meskipun ditulis dalam kalimat-kalimat singkat harus memuat unsur-unsur 5W 1H. namun, lebih menonjolkan who dalam teras berita.
Penulisan Badan dan Penutup Berita: Badan berita merupakan penjabaran atau perincian yang lebih luas tentang teras berita. Penutup biasanya berisi dampak dan penanggulangan.
Penulisan Berita Ringan: Berita Ringan tidak terkait dengan unsur “penting” dan unsur “aktual”. Yang penting paa berita ringan ini adalah unsur-unsur manusinya, menyentuh rasa kemanusiaan, dan keadilan bagi banyak orang.
Penulisan Berita Kisah: Dalam berita kisah, unsur when tidak terlalu penting. Yang pentinga dalam berita kisah dalam berita kisah adalah ditamplkannya latar belakan manusia yang terlibat dalam peristiwa itu. Latar belakang terutama mengenai tindakan, watak, motif, dan emosi dari unsur who dan unsur lainnya.
BAB 4 Satuan Bahasa dalam Berita
            Satuan tertinggi terbesar adalah wacana, satuan dibawah wacana adalah paragraf, bibawah paragraf adalah kalimat, dibawah kaliamat adalah klausa, dibawah klausa adalah frase, dan dibawah frase adalah kata.
Wacana: Satuan tertinggi atau terbesar adalah pengertian (gagasan, ide, konsep, dan sebagainya) yang lengkap dan utuh. Dalah hal ini, semua unsur harus terangkum didalamnya 5W + 1H. harus utuh dan lengkap.
Paragraf: Paragraf dibagun oleh dua kalimat atau lebih yang saing berkaitan, dan memiliki sebuah gagasan. Di dalamnya ada kalimat utama yang berisi gagasan utama; dan ada sejumlah kalimat lain yang berisi keterangan tembahan terhadap gagasan utama itu. Kalimat utama terletak diawal paragraf baru diikuti oleh kalimat penjelas.
Kalimat: Kalimat merupakan susunan kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Terkandung Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (K).
Klausa: Klausa merupakan kelompok kata atau susunan kata atau kontruksi yang bersifat prediktif (ada predikatnya). Yang membedakan dengan kalimat iyalah cara pengucapan atau lisan dengan memberikan intonasi final.
Frase: Sebuah klausa dibangun oleh frase-frase. Frase merupakan kelompok kata atau rangkaian kata yang menduduki salah satu unsur kalimat (s-p-o-k). secara teori membuat frase yang sangat luas denga bantuan konjungsi yang memang dimungkinkan. Harus diingat, frase-frase yang luas dapat menyulitkan pembaca, jadi seorang jurnalis harus dapat menggunakan frase yang sederhana sehingga dapat mudah dipahami.
Kata: Frase dibangun leh dua buah ata atau lebih. Kata merupakan satuan terkecil yang secara inheren memiliki makna (leksikal).
Harmonimi adalah kasus terdapatnya dua buah kata atau lebih yang bentuknya sama (dalam lisan taupun tulisan) tetapi memiliki makna yang berbeda, dalam hal ini kita harus memaknai artinya dalam konteks.
Polisemi adalah kasus terdapatnya sebuah kata yang memiliki banyak makna. Makna-makna dalam kasus ini disebut makna polisemi; dan yang baru dapat diketahui dari konteks kalimat atau konteks frasenya.
Hipernimi adalah kasus adanya sebuah kata yang maknanya mencakup sejumlah makna kata yang lain. Contoh: ikan menyangkut untuk binatang yang disebut ikan, kakap, tenggiri, cakalang, tuna dll.
Ambiguiti adalah kasus adanya satuan ujaran atau satuan bahasa yang meknanya bias ditafsirkan lebih dari sebuah makna. Ada tiga penyebab terjadinya ambiguity ini, (1) kekurangan tanda baca, (2) kekurangan konteks, (3) tidak termatnya struktur gramatuka.


Bab 6 Bahasa yang Tepat Makna
Bahasa jurnalistik itu bersifat luga,  mudah dimengerti dan harus disajikan dengan prinsip tepat makna. Ada beberapa cara untuk menerapkan prinsip tepat makna didalam bahasa jurnalistik. Antara lain:
1.      Kata-kata dengan Kebenaran Faktual
Yang dimaksud dengan kata-kata yang memiliki kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai dengan objek empirisnya.
Contoh: Di Liga Inggris, MU terpuruk di urutan ke-7 klasemen. (kompas, 4/3 hal.1)
2.      Kata-kata dengan Bentuk Gramatikal yang Tepat
Yang dimaksud dengan kata-kata dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk gramatikal yang mendukung konsep makna tepat.
Contoh: ‘Pedrosa juga dapat memanfaatkan peluang dari cedera yang dialami Marquez dan masalah ban yang dialami Lorenzo’. (kompas, 4/3 hal.28)
3.      Pilihan dari Kata-kata Bersinonim
Kata bersinonim disini yang dimaksud bukan kata yang memiliki makna sama. Yang sama disini hanyalah makna dasarnya. Selain karena faktor nuansa makna, dua buah kata yang bersinonim tidak dapat dipertukarkan secara bebas, bisa juga karena faktor waktu, seperti kata komandan yang cocok untuk masa kini sedangkan kata hulubalang yang cocok untuk masa lalu. Bisa juga karena faktor wilayah atau tempat, seperti kata beta yang hanya cocok untuk wilayah Indonesia timur dan kata saya yang bisa digunakan diwilayah mana saja.
4.      Menghindari Bentuk-bentuk Ambiguiti
Bentuk ambiguiti adalah frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan memiliki  lebih dari satu makna.
Contoh: “Setan Merah” Bentur Batu Karang. (kompas, 4/3 hal. 1)
“Setan Merah” yang dimaksud dalam kalimat diatas adalah Manchester United, namun kadang biasa juga diartikan sebagai api atau kebakaran.

5.      Susunan Kalimat yang Cermat
Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsur subjek dan unsur predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan (tempat, waktu, cara, dan sebagainya) boleh ada boleh tidak sesua dengan keperluan. Dalam rangka menerapkan prinsip tepat makna, maka unsur subjek dan unsur predikatnya harus ada. Jika salah satu tidak ada maka ketepatan makna kalimat menjadi terganggu.
Contoh: Firman Wijaya menyebutkan uang muka pembelian mobil Toyota Harrier berasal dari pemberian presiden SBY. (kompas, 4/3 hal. 2)

Bab 7 Bahasa yang Menarik
Pembicaraan mengenai bahasa yang menarik dapat dibedakan atas: menarik pada judul berita, menarik pada teras berita, dan menarik pada keseluruhan berita. Berikut dijabarkan.
1.      Menarik pada Judul Berita
Rosihan
Anwar (1991), judul berita harus dikemas semenarik mungkin, dengan kata-kata yang dapat menggugah perasaan dan minat pembaca.Dalam judul berita harus bentuk kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba yang bersifat aktif, bukan pasif, meskipun prefiks me- pada verba itu ditinggalkan.
Contoh: Warga Tuntut Keadilan pajak (kompas, 4/3 hal.1)
Judul dari berita atau kejadian “yang luar biasa” adalah lebih menarik daripada judul berita atau kejadian yang biasa. Judul berita harus sangat enarik untuk diberitakan. Sebuah judul akan menaik perhatian dan menggugah orang untuk membacanya kalau menggunakan kata-kata yang punya daya “gereget” atau ‘menggigit” daripada kata-kata yang biasannya.
Contoh: “Secuil” Beton Sisa Tembok Berlin. (kompas, 4/3 hal. 27)
Yang dibicarakan diatas merupakan bahasa jurnalistik yang menarik untuk judul berita langsung. Memang judul berita ringan dan berita kisah lebih agak bebas, dan tidak usah dalam bentu kalimat seperti judul berita langsung. Apalagi judul-judul untuk artikel, seperti tentang agama, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya yang tidak perlu dalam bentuk kalimat, melainkan dalam bentuk frase nominal atau gabungan kata benda. 
2.      Menarik pada Teras Berita
Teras berita yaitu paragraph pertama dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada badan berita.
Contoh: ‘Seorang anggota Polisi Resor Kota Banda aceh, Brigadir Satu FZ, tertangkap                 membawa narkoba jenis sabu. Fz tertangkap dalam razia tim gabungan kepolisian di     kawasan bundaran lamboro, kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Kamis (20/3) sekitar pukul 23.00.’ (kompas, 4/3 hal.24)
3.      Menarik untuk Badan Berita, Berita Kisah, dan Artikel
Selain dengan menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget” atau “menggigit” dalam penulisan berita atau karangan pada umumnya kita harus melakukan:
a.       Mendramatisasi kejadian
Maksudnya suatu kejadian tidak cukup hanya dinyatakan dengan kata-kata abstrak saja, tapi harus dinyatakan atau didramatisasi.
Contoh: ‘Ketua umum paertai Demokrasi Indonesia perjuangan Megawati              Soekarnoputri akhirnya memberikan mandate kepada Joko Widodo untuk                menjadi calon presiden dari PDI-P’.(kompas, 4/3 hal.3)

b.      Mengkonkritkan Kata Abstrak
Kata-kata seperti luas, kaya, besar, tinggi, jauh dan sebagainya adalah kata-kata abstrak yang harus memberikan penjelasan. Pernyataan dengan kata-kata itu harus disebutka angkanya yang konkret, yang dapat diukur dan dibayangkan.
Contoh: ‘Pemprov DKI Jakartamemutuskan  menaikan NJOP 30%-40%’. (kompas, 4/3 hal.1)

c.       Variasi Pola Kalimat
Kalau kalimat-kalimat dalam berita atau karangan disusun menurut pola dasar saja, maka kalimat-kalimat itu menjadi tidak menarik. Oleh karena itu, susunan kalimat sekali-sekali perlu divariasikan dengan mengubah pola susunannya.
Contoh: ‘Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Memvonis Ratna 5 Tahun Penjara pada September 2013’. (kompas. 4/3 hal.3)

d.      Variasi jenis Kalimat
dalam kajian sintaksisdikenal dengan jenis kalmat aktif yang dipertentangkan dengan kalimat pasif, adanya kalimat berrita yang dipertentangkan dengan kalimat Tanya atau perintah, dan adanya kalimat positif yang dipertentangkan dengan kalimat negatif.
Kalimat-kalimat diatas dapat disajikan dalam bentuk kalimat pasif, bila yang ingin ditonjolkan atau dikedepankan adaalah unsure objeknya.
Contoh: ‘Secara bergantian anggota pansus hak angket Bank Century menanyai Robert Tntular’. (Chaer, (2010:44)

e.       Variasi Konjungsi
Dalam penerapan hemat kata, konjungsi dalam konteks tertentu dapat ditinggalkan. Namun, jika terpksa digunakan dalam prinsip tepat makna, maka hendaknya digunakan secara bervariasi. Jadi kalau sudah menggunakan kata meskipun, maka ditempat lain harus digunakan kata biarpun, sungguhpun, walaupun, atau sekalipun.

f.       Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme
Meskipun bahasa jurnalistik harus singkat, padat dan jelas. Namun untuk mendapatkan bahasa yang menarik maka perlu digunakan uangkapan, gaya bahasa, eufenisme, dan disfemisme. Harus diperhatikan, jangan berlebihan apalagi yang belum dikenal umum, ayang ada malah akan membuat bingung pembaca.
Contoh:
(1) ‘Setitik Asa di Santiago Bernabeu’. (kompas, 4/3 hal.30)
(2) ‘Memang lidah tak bertulang, tak berbekas kata-kata’. (kompas, 4/3 hal.6)
(3) ‘Tinggi gunung seribu janji, lain dimulut lain dihati’. (kompas, 4/3 hal.6)


Bab 8 Bahasa yang Nalar
Seorang jurnalis harus menyampaikan fakta yang benmart, yang nalar, atau yang masuk akal. Janganlah salah nalar dalam kejadian itu disampaikan kepada pembaca dengan begitu saja. Yang dimaksud dengan nalar adalah logis, masuk akal, atau dapat diterima menurut logika. Seorang jurnalis harus bisa menangkap mana ungkapan yang nalar dan mana yang tidak. Ungkapan yang tidak nalar perlu disikapi dengan kritis agar berita yang disajikan betul-betul bermutu dan layak jadi berita.
Salah nalar itu biasanya bersumber dari 4 hal, yaitu salah dalam hal:
(1)   Menarik kesimpulan umum (induksi)
(2)   Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
(3)   Menarik persamaan (analogi)
(4)   Menarik alasan (argumen)

1.      Kesimpulan Umum (Induktif)
Kesimpulan umum (induktif) adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya, ada fakta bahwa cakalang bernafas dengan insang, tongkol bernafas dengan insang, bandeng bernafas dengan insang, kakap bernafas dengan insang, dan sejumlah ikan bernafas dengan insang. Maka dapat ditarik kesimpuloan bahwa ikan bernafas dengan ikan.
2.      Kesimpulan Khusus (Deduksi)
Kesimpulan khusus (deduksi) ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK). Pernyataan yang bersifat umum lazim disebut premis mayor dan pernyataan yang bersifat khusus lazim disebut premis minor. Dengan dasar kedua pernyataan itu dihasilkan sebuah kesimpulan deduksi yang ligis dan sah. Contoh:
PU  : semua dokter tulisannya jelek
PK  : ayah saya seorang dokter
Jadi : ayah saya tulisannya jelak
Kesimpulan “ayah saya tulisannya jelek” adalah logis dan sah. Sekarang simak contoh berikut.
PU  : semua dokter tulisannya jelek
PK  : ayah saya tulisannya jelek
Jadi : ayah saya seorang dokter
Kesimpulan “ayah saya seorang dokter” tidak sah dan logis. Mengapa? Karena memang semua dokter tulisannya jelek, tetapi tidak semua orang yang tulisannya jelek adalah seorang dokter. Anak SD kelas dua pun tulisannya jelek dan mereka bukan dokter.
3.      Persamaan (Analogi)
Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Kesimpulan berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena kedua fakta khusus yang disamakan atau diperbandingakan tidak ada relevansinya. Contoh:
(1)   Untuk ketertiban kampus Rektor harus bertindak seperti seorang jendral menguasai anak buahnya agar disiplin bisa dipenuhi.
(2)   Hidup ini bagai orang mampir ke warung, begitu kebutuhan telah terpenuhi aia segera meninggalkannya.
4.      Kesalahan Argumentasi
Argumen adalah alasan untuk membenarkan suatu pernyataan. Contoh:
(1)   Kalau anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena rawa-rawa dan suingainya banyak ikannya.
(2)   Kalau anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena tanahnya subur dan pemandangannya indah.
Penjelasan: Alasan untuk senang tinggal di daerah ini pada kalimat (1) adalah benar; tetapi kalau alasan yang diberikan seperti pada kalimat (2) tidak benar.


Bab 10 Masalah Bahasa Lainnya
Ada empat buah masalah mengenai bahasa yang masih perlu dibicarakan, yaitu masalah kata penat, masalah kontaminasi, masalah hemat tempat melalui ejaan, dan masalah bahasa jurnalistik untuk siaran radio dan televisi. 
1.      Kata Penat
Kata penat adalah istilah yang dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata inggris tired words, yalni berkaitan dengan kata-kata yang sangat sering digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan sering menjadi penat dan letih dibuatnya.
Rosihan Anwar memberi contoh kata “dalam rangka” sebagai kata penat. Kalau kata penat “dalam rangka” banyak digunakan pada paragraf pertama dari suatu berita maka ada sejumlah kata penat yang digunakan pada paragraf-paragraf berikutnya, seperti kata-kata:
(1)   Sementara itu
(2)   Dalam pada itu
(3)   Perlu diketahui
(4)   Dapat ditambah
(5)   Selanjutnya
(6)   Kemudian daripada itu
Memang dalam setiap karangan apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata ungkapan yang menghubungkannya. Namun, kata atau ungkapan yang sama dan itu-itu saja maka akan menimbulkan kebosanan sehingga menjadi tidak menarik. Maka disinilah kita membuat kevariasian dalam menggunakan kata atau ungkapan yang berbeda..
2.      Kerancuan (Kontaminasi)
Kerancuan atau kontaminasi adalah percampuran dua ungkapan (kontruksi bahasa) yang terjadi atau dilakukan tanpa disadari, tetapi akibatnya bentuk ungkapan itu menjadi kacau. Misalnya, ada ungkapan “menundukkan kepala” dan ungkapan “membungkukkan badan” yang makna keduanya hampir sma, lalu digabungkan menjadi “menundukkan badan” atau “membungkukkan kepala”. Kedua ungkapan itu menjadi kacau dan rancu.
Contoh-contoh kontaminasi lain yang harus kita hindarkan, antara lain adalah:
(1)   Untuk sementara waktu
(2)   Sementara orang
(3)   Selain daripada itu
(4)   Dan lain sebagainnya
(5)   Berhubung karena
(6)   Demi untuk
(7)   Agar supaya

3.      Hemat Kata Melalui Ejaan
Rosihan Anwar (1991) punya gagasan bahwa kita dapat melakukan penghematan melalu ejaan. Contoh yang diberikan adalah penulisan kata:
Hadlir              menjadi           hadir
Bathin             menjadi           batin
Mitsal              menjadi           misal
Syah                menjadi           sah
Syukur             menjadi           sukur
Lalu, kalau gagasan itu kita laksanakandalam penulisan berita, kita memang telah banyak melakukan penghematan tempat dalam surat kabar atau terbitan pers lainnya. Namun, kita pun harus berhati-hati karena kita tidak mungkin “memperlakukan” semuanya.

4.      Bahasa Jurnalistik Radio dan Televisi
Siaran berita dalam media cetak disampaikan dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca; dan kalau perlu dapat dibaca berulang-ulang. Jadi, untuk disiarkan di media cetak seorang jurnalis harus menulis berita dengan kalimat-kalimat yang ringkas, padat, lugas, dan menarik. Siaran berita dalam radio disampaikan secara lisan. Jadi, untuk memahami siaran berita media radio seseorang haruslah mendengarkan dengan menggunakan indra pendengaran sebaik-baiknya.
Dalam bahasa lisan yang disiarkan oleh radio, tidak ada tanda baca. Yang ada adalah intonasi kalimat, tekanan kata, nada dan aksen. Intonasi kalimat lebih sempurna dari tanda-tanda baca. Oleh karena itu, resiko kesalahpahaman dalam menangkap bahasa lisan lebih sedikit daripada ,menangkap bahasa tulis.
Bagaimana dengan bahasa media televisi? Bahasa berita dalam media televisi kita tangkap secara audiovisual. Artinya, kita dengar suaranya dan kita lihat gambarnya, baik orang yang membacakan berita itu, maupun gambar ilustrasinya.
Bahasa untuk hear copy antara lain, harus:
(a)    Dalam gaya percakapan
(b)   Dengan kalimat-kalimat yang pendek dan lugas
(c)    Menghindarkan susunan kalimat terbalik
(d)   Mengusahakan agar subjek dan predikat letaknya berdekatan
Bahasa untuk televisi hendaknya:
(a)    Sederhana, tidak campur aduk dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kurang dikenal oleh rata-rata penonton.
(b)   Menggunakan kalimat0kalimat pendek langsung kepada sasaran, tidak berbelit-belit.
(c)    Menghindarkan pemakaian kalimat terbalik
(d)   Mengusahakan sedapat mungkin agar subjek predikat berdekatan letaknya.
(e)    Nilai-nilai dalam mata uang asing, takaran, dan timbangan hendaknya diberi padanannya dengan yang berlaku di Indonesia.
(f)    Memberi penjelasan cukup tentang benda-benda atau kata-kata asing yang terpaksa digunakan dalam siaran berita televisi.
(g)   Kalimat panjang yang mungkin dapat disajikan dalam media cetak sebaiknya dibagi-bagi menjadi beberapa kalimat yang pendek, dan kalau perlu susunannya diubah, sehingga subjek dan predikat jelas posisinya.

Bab 11 Memburu dan Menyajikan Berita
Tugas pokok seorang jurnalis adalah memburu dan menyajikan berita sampai berita itu disiarkan entah melalui media cetak maupun media elektronik.
1.      Memburu Berita
Dalam memburu, mencari, atau menemukan berita, seorang wartawan harus memiliki kompetensi, yaitu kompetensi mencari berita. Tugas seorang wartawan mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang berkenaan dengan kejadian atau peristiwa itu. Ada dua cara dalam mengumpulkannya, yaitu dengan wawancara dan observasi.
Observasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung ke TKP (Tempat Kejadian Perkara). Andaikata dia terlambat dan kejadian telah selesai, dia masih dapat mengumpulkan fakta-fakta dari sisa-sisa kejadian atau dengan menanyakan atau mewawancarai orang-orang yang kebetulan ada di TKP. Fakta yang dikuympulkan berkenaan dengan unsur-unsur berita, 5 W + 1 H.
Masih banyak fakta yang bisa dikumpulkan dari kejadian itu. Misalnya, menyusul korban kerumah sakit, menanyakan keadaan korban kepada dokter yang menangani. Atau mewawancarai polisi (kepolisian) yang menangani kejadian tersebut.
2.      Menyajikan Berita
Fakta-fakta yang sudah terkumpul, baik dalam catatan di kertas maupun dalam bentuk rekaman, harus diolah, disajikan, menjadi naskah berita yang akan dicetak atau dimuat dalam surat kabar atau majalah. Untuk dapat menyusun naskah berita dari sejumlah fakta-fakta berita perlu keterampilan atau kompetensi tersendiri.
Dalam penyusunan naskah berita, pertama kita rumuskan judul berita, selanjutnya menyusun paragraf pertama yang merupakan teras, berisi “sari” dari isi berita tersebut. Sebagai teras berita, paragraf pertama harus dibuat singkat, tapi menarik dan memuat unsur berita yang lengkap.
Kompetensi untuk dapat memburu fakta-fakta berita dan dapat menyajikan naskah-naskah berita tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi harus dilakukan dengan latihan atau kerja terus-menerus.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar