NIM: 06121402027
"Inti Sari dari Buku Bahasa Jurnalistik karya Abdul Chaer"
BAHASA JURNALISTIK
BAB 1 Pendahuluan
Dalam penggunaan bahasa jurnalistik,
kalau jurnalistik nasional, atau yang beredar secara nasional, tentu harus
menggunakan bahasa Indonesia. Seangkan jurnalisti lokal atau kedaerahan boleh
saja mnggunakan bahasa daerah, bukan bahasa Indonesia.
Bahasa
jurnalistik atau bahasa Indonesia jurnalistik juga mempunyai ciri-ciri sendiri
yang membedakannya dengan ragam-ragam bahasa lainnya. Cirinya adalah sesuai
dengan tujuan tulisan jurnalistik dan siapa pembaca ragam jurnalistik itu.
Tujuan
semua penulisan karya jurnalistik adlah menyampaikan informasi, opini, dan ide
kepada pembaca secara umum. Bahasa jurnalistik itu singkat, padat, sederhana,
lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik memegang tiga prinsip
yaitu: hemat kata, tepat makna, dan menarik
BAB 2 Berita: Pengertian dan
Jenisnya
Berita
merupakan kejadian yang diulang dengan menggunakan kata-kata, sering juga
ditambah dengan gambar, atau hanya berupa gambar-gambar saja. Tugas menjadi
tugas mencari, menulis, dan menyiarkan berita sampai diketahui dan diterima
oleh banyak orang adalah seorang jurnalis.
Menurut Ashadi Siregar (1982) suatu
peristiwa atau kejadian yang layak dijadikan sebuah berita jika mengandung satu
atau beberapa unsur seperti berikut:
1. Kejadian
atau peristiwa yang mempunyai kemungkinan akan mempengaruhi kehidupan orang
banyak. Cont: bahaya penyakit dan Bencana Alam
2. Kejadian
yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi orang banyak. Cont: kejadian
gempa yang menelan banyak orban jiwa.
3. Kejadian
atau peristiwa yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi, atau baru ditemukan.
Cont: merebaknya penyakit cikungunya, penyakit flu burung, dan flu babi.
4. Kejadian
atau peristiwa yang dekat dengan pembaca.
Cont: peristiwa-peristiwa penyerangan tentara israel yang menyerang
palestina adalah dekat dengan Indonesia yang mayoritas muslim.
5. Kejadian
atau peristiwa mengenai hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca.
Cont: peristiwa tentang tokoh masyarakat, agama, artis, dan selebritis.
6. Kejadian
atau peristiwa yang memberi sentuhan perasaan. Cont: seorang nenek yg mencuru
coklat lalu mendapatkan hukuman yang berat.
Kejadian yang layak berita jika memiliki
salah satu unsur diatas. Semakin banyak unsur yang terdapat dalam suatu
kejadian maka itu merupakan berita besar. Selain itu, suatau berita harus
memperhatikan daya tarik pembaca dengan melaporkan unsur diatas dan memenuhi 5W
+1H.
Jenis-jenis berita, antara lain:
1. Berita
utama dan berita-berita lain;
2. Tajuk
rencana;
3. Artikel
lepas yang ditulis orang dari luar lingkungan jurnalistik;
4. Iklan-iklan;
5. Tulisan
pembaca;
6. Pojok.
Ragam bahasa dalam surat kabar kita
lihat dari ragam yang paling formal (yaitu bahasa tajuk rencana, atau
editorial) sampai yang tidak formal yaitu bahasa yang digunakan pada rubrik
pojok atau rubrik kartun.
Berita-berita yang dimuat pada setiap
surat kabar lazim dibedakan atas (1) berita langsung (straight newa), (2) berita ringan (soft news), (3) berita kisah atau fitur (features). Seorang junalis dituntut berrmata jeli, dapat melihat
berbagai kejadian dibalik satu kejadian atau peristiwa.
BAB 3 Penulisan Berita
Dalam
penulisan berita mengandung unsur karang mengarang dan tidak pula lepas dari
rambu-rambu khusus yang berlaku dalam dunia jurnalistik. Rambu-rambu tersebut
yaitu: judul berita, teras berita, (lead,intro),
tubuh berita (detail), dan bagian
penutup.
Penulisan
Judul Berita: judul berita disebut juga kepala berita atau headline news, harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menarik
dan ‘”hidup”. Dengan menanggalkan prefiks me-
atau prefiks ber- yang ada pada verba
atau kata kerjanya.
Penulisan
Teras Berita: Teras berita merupakan pengantar berita, awal berita, dan intro. Teras berita merupakan bagian
terpenting dari sebuah berita, yang ditempatkan pada paragraf pertama di bawah
judul berita. Teras berita ini harus menarik dan ditulis dalam kalimat-kalimat
pendek. Teras berita harus menggambarkan isi berita pada tubuh berita (detail). Karena itu, sebuah teras berita
meskipun ditulis dalam kalimat-kalimat singkat harus memuat unsur-unsur 5W 1H.
namun, lebih menonjolkan who dalam
teras berita.
Penulisan
Badan dan Penutup Berita: Badan berita merupakan penjabaran atau perincian yang
lebih luas tentang teras berita. Penutup biasanya berisi dampak dan
penanggulangan.
Penulisan
Berita Ringan: Berita Ringan tidak terkait dengan unsur “penting” dan unsur
“aktual”. Yang penting paa berita ringan ini adalah unsur-unsur manusinya,
menyentuh rasa kemanusiaan, dan keadilan bagi banyak orang.
Penulisan
Berita Kisah: Dalam berita kisah, unsur when
tidak terlalu penting. Yang pentinga dalam berita kisah dalam berita kisah
adalah ditamplkannya latar belakan manusia yang terlibat dalam peristiwa itu.
Latar belakang terutama mengenai tindakan, watak, motif, dan emosi dari unsur who dan unsur lainnya.
BAB 4 Satuan Bahasa dalam Berita
Satuan tertinggi terbesar adalah
wacana, satuan dibawah wacana adalah paragraf, bibawah paragraf adalah kalimat,
dibawah kaliamat adalah klausa, dibawah klausa adalah frase, dan dibawah frase
adalah kata.
Wacana:
Satuan tertinggi atau terbesar adalah pengertian (gagasan, ide, konsep, dan
sebagainya) yang lengkap dan utuh. Dalah hal ini, semua unsur harus terangkum
didalamnya 5W + 1H. harus utuh dan lengkap.
Paragraf:
Paragraf dibagun oleh dua kalimat atau lebih yang saing berkaitan, dan memiliki
sebuah gagasan. Di dalamnya ada kalimat utama yang berisi gagasan utama; dan
ada sejumlah kalimat lain yang berisi keterangan tembahan terhadap gagasan
utama itu. Kalimat utama terletak diawal paragraf baru diikuti oleh kalimat
penjelas.
Kalimat:
Kalimat merupakan susunan kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap.
Terkandung Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (K).
Klausa:
Klausa merupakan kelompok kata atau susunan kata atau kontruksi yang bersifat
prediktif (ada predikatnya). Yang membedakan dengan kalimat iyalah cara
pengucapan atau lisan dengan memberikan intonasi final.
Frase:
Sebuah klausa dibangun oleh frase-frase. Frase merupakan kelompok kata atau
rangkaian kata yang menduduki salah satu unsur kalimat (s-p-o-k). secara teori
membuat frase yang sangat luas denga bantuan konjungsi yang memang dimungkinkan. Harus diingat, frase-frase yang luas
dapat menyulitkan pembaca, jadi seorang jurnalis harus dapat menggunakan frase
yang sederhana sehingga dapat mudah dipahami.
Kata:
Frase dibangun leh dua buah ata atau lebih. Kata merupakan satuan terkecil yang
secara inheren memiliki makna (leksikal).
Harmonimi
adalah kasus terdapatnya dua buah kata atau lebih yang bentuknya sama (dalam
lisan taupun tulisan) tetapi memiliki makna yang berbeda, dalam hal ini kita
harus memaknai artinya dalam konteks.
Polisemi
adalah kasus terdapatnya sebuah kata yang memiliki banyak makna. Makna-makna
dalam kasus ini disebut makna polisemi; dan yang baru dapat diketahui dari
konteks kalimat atau konteks frasenya.
Hipernimi
adalah kasus adanya sebuah kata yang maknanya mencakup sejumlah makna kata yang
lain. Contoh: ikan menyangkut untuk binatang yang disebut ikan, kakap,
tenggiri, cakalang, tuna dll.
Ambiguiti
adalah kasus adanya satuan ujaran atau satuan bahasa yang meknanya bias
ditafsirkan lebih dari sebuah makna. Ada tiga penyebab terjadinya ambiguity
ini, (1) kekurangan tanda baca, (2) kekurangan konteks, (3) tidak termatnya
struktur gramatuka.
Bab 6 Bahasa yang Tepat Makna
Bahasa
jurnalistik itu bersifat luga, mudah
dimengerti dan harus disajikan dengan prinsip tepat makna. Ada beberapa cara
untuk menerapkan prinsip tepat makna didalam bahasa jurnalistik. Antara lain:
1.
Kata-kata dengan
Kebenaran Faktual
Yang
dimaksud dengan kata-kata yang memiliki kebenaran faktual adalah kata-kata yang
sesuai dengan objek empirisnya.
Contoh: Di Liga Inggris, MU terpuruk di urutan ke-7 klasemen. (kompas,
4/3 hal.1)
2.
Kata-kata dengan Bentuk
Gramatikal yang Tepat
Yang
dimaksud dengan kata-kata dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata
yang memiliki bentuk gramatikal yang mendukung konsep makna tepat.
Contoh: ‘Pedrosa juga dapat memanfaatkan peluang dari cedera
yang dialami Marquez dan masalah ban yang dialami Lorenzo’. (kompas, 4/3
hal.28)
3.
Pilihan dari Kata-kata
Bersinonim
Kata
bersinonim disini yang dimaksud bukan kata yang memiliki makna sama. Yang sama
disini hanyalah makna dasarnya. Selain karena faktor nuansa makna, dua buah
kata yang bersinonim tidak dapat dipertukarkan secara bebas, bisa juga karena
faktor waktu, seperti kata komandan
yang cocok untuk masa kini sedangkan kata hulubalang
yang cocok untuk masa lalu. Bisa juga karena faktor wilayah atau tempat,
seperti kata beta yang hanya cocok
untuk wilayah Indonesia timur dan kata saya
yang bisa digunakan diwilayah mana saja.
4.
Menghindari Bentuk-bentuk
Ambiguiti
Bentuk
ambiguiti adalah frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan
memiliki lebih dari satu makna.
Contoh: “Setan Merah” Bentur Batu Karang. (kompas, 4/3 hal. 1)
“Setan
Merah” yang dimaksud dalam kalimat diatas adalah Manchester United, namun
kadang biasa juga diartikan sebagai api atau kebakaran.
5.
Susunan Kalimat yang
Cermat
Sebuah
kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsur subjek dan unsur
predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat berupa kata kerja aktif
transitif. Sedangkan unsur keterangan (tempat, waktu, cara, dan sebagainya)
boleh ada boleh tidak sesua dengan keperluan. Dalam rangka menerapkan prinsip
tepat makna, maka unsur subjek dan unsur predikatnya harus ada. Jika salah satu
tidak ada maka ketepatan makna kalimat menjadi terganggu.
Contoh: Firman Wijaya menyebutkan uang muka pembelian mobil
Toyota Harrier berasal dari pemberian presiden SBY. (kompas, 4/3 hal. 2)
Bab 7 Bahasa yang Menarik
Pembicaraan
mengenai bahasa yang menarik dapat dibedakan atas: menarik pada judul berita,
menarik pada teras berita, dan menarik pada keseluruhan berita. Berikut
dijabarkan.
1.
Menarik pada Judul
Berita
Rosihan
Anwar
(1991), judul berita harus dikemas semenarik mungkin, dengan kata-kata yang
dapat menggugah perasaan dan minat pembaca.Dalam judul berita harus bentuk
kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba
yang bersifat aktif, bukan pasif, meskipun prefiks me- pada verba itu ditinggalkan.
Contoh: Warga Tuntut Keadilan pajak (kompas, 4/3 hal.1)
Judul
dari berita atau kejadian “yang luar biasa” adalah lebih menarik daripada judul
berita atau kejadian yang biasa. Judul berita harus sangat enarik untuk
diberitakan. Sebuah judul akan menaik perhatian dan menggugah orang untuk membacanya
kalau menggunakan kata-kata yang punya daya “gereget” atau ‘menggigit” daripada
kata-kata yang biasannya.
Contoh: “Secuil” Beton Sisa Tembok Berlin. (kompas, 4/3 hal.
27)
Yang
dibicarakan diatas merupakan bahasa jurnalistik yang menarik untuk judul berita
langsung. Memang judul berita ringan
dan berita kisah lebih agak bebas, dan tidak usah dalam bentu kalimat seperti
judul berita langsung. Apalagi judul-judul untuk artikel, seperti tentang
agama, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya yang tidak perlu dalam bentuk
kalimat, melainkan dalam bentuk frase nominal atau gabungan kata benda.
2. Menarik pada Teras Berita
Teras berita yaitu paragraph pertama dari berita
langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada badan
berita.
Contoh:
‘Seorang anggota Polisi Resor Kota Banda aceh, Brigadir Satu FZ, tertangkap membawa narkoba jenis sabu. Fz
tertangkap dalam razia tim gabungan kepolisian di kawasan bundaran lamboro, kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh
Besar, Kamis (20/3) sekitar pukul 23.00.’
(kompas, 4/3 hal.24)
3. Menarik untuk Badan Berita, Berita Kisah, dan Artikel
Selain
dengan menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget” atau “menggigit” dalam
penulisan berita atau karangan pada umumnya kita harus melakukan:
a. Mendramatisasi kejadian
Maksudnya suatu kejadian tidak cukup hanya dinyatakan
dengan kata-kata abstrak saja, tapi harus dinyatakan atau didramatisasi.
Contoh: ‘Ketua umum paertai Demokrasi Indonesia
perjuangan Megawati Soekarnoputri
akhirnya memberikan mandate kepada Joko Widodo untuk menjadi calon presiden dari PDI-P’.(kompas, 4/3 hal.3)
b. Mengkonkritkan Kata Abstrak
Kata-kata seperti
luas, kaya, besar, tinggi, jauh dan sebagainya adalah kata-kata abstrak
yang harus memberikan penjelasan. Pernyataan dengan kata-kata itu harus
disebutka angkanya yang konkret, yang dapat diukur dan dibayangkan.
Contoh: ‘Pemprov DKI Jakartamemutuskan menaikan NJOP 30%-40%’. (kompas, 4/3 hal.1)
c. Variasi Pola Kalimat
Kalau kalimat-kalimat dalam berita atau karangan
disusun menurut pola dasar saja, maka kalimat-kalimat itu menjadi tidak
menarik. Oleh karena itu, susunan kalimat sekali-sekali perlu divariasikan
dengan mengubah pola susunannya.
Contoh: ‘Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta
Memvonis Ratna 5 Tahun Penjara pada September 2013’. (kompas. 4/3 hal.3)
d. Variasi jenis Kalimat
dalam kajian sintaksisdikenal dengan jenis kalmat
aktif yang dipertentangkan dengan kalimat pasif, adanya kalimat berrita yang
dipertentangkan dengan kalimat Tanya atau perintah, dan adanya kalimat positif
yang dipertentangkan dengan kalimat negatif.
Kalimat-kalimat diatas dapat disajikan dalam bentuk
kalimat pasif, bila yang ingin ditonjolkan atau dikedepankan adaalah unsure
objeknya.
Contoh: ‘Secara bergantian anggota pansus hak angket
Bank Century menanyai Robert Tntular’. (Chaer, (2010:44)
e.
Variasi
Konjungsi
Dalam penerapan hemat kata, konjungsi dalam konteks
tertentu dapat ditinggalkan. Namun, jika terpksa digunakan dalam prinsip tepat
makna, maka hendaknya digunakan secara bervariasi. Jadi kalau sudah menggunakan
kata meskipun, maka ditempat lain
harus digunakan kata biarpun, sungguhpun, walaupun, atau sekalipun.
f. Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan
Disfemisme
Meskipun bahasa jurnalistik harus singkat, padat dan
jelas. Namun untuk mendapatkan bahasa yang menarik maka perlu digunakan
uangkapan, gaya bahasa, eufenisme, dan disfemisme. Harus diperhatikan, jangan
berlebihan apalagi yang belum dikenal umum, ayang ada malah akan membuat
bingung pembaca.
Contoh:
(1) ‘Setitik Asa di Santiago Bernabeu’. (kompas, 4/3
hal.30)
(2) ‘Memang lidah tak bertulang, tak berbekas
kata-kata’. (kompas, 4/3 hal.6)
(3) ‘Tinggi gunung seribu janji, lain dimulut lain
dihati’. (kompas, 4/3 hal.6)
Bab 8 Bahasa yang Nalar
Seorang
jurnalis harus menyampaikan fakta yang benmart, yang nalar, atau yang masuk
akal. Janganlah salah nalar dalam kejadian itu disampaikan kepada pembaca
dengan begitu saja. Yang dimaksud dengan nalar adalah logis, masuk akal, atau
dapat diterima menurut logika. Seorang jurnalis harus bisa menangkap mana
ungkapan yang nalar dan mana yang tidak. Ungkapan yang tidak nalar perlu
disikapi dengan kritis agar berita yang disajikan betul-betul bermutu dan layak
jadi berita.
Salah
nalar itu biasanya bersumber dari 4 hal, yaitu salah dalam hal:
(1) Menarik
kesimpulan umum (induksi)
(2) Menarik
kesimpulan khusus (deduksi)
(3) Menarik
persamaan (analogi)
(4) Menarik
alasan (argumen)
1. Kesimpulan
Umum (Induktif)
Kesimpulan
umum (induktif) adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus
menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya, ada fakta bahwa cakalang bernafas dengan
insang, tongkol bernafas dengan insang, bandeng bernafas dengan insang, kakap
bernafas dengan insang, dan sejumlah ikan bernafas dengan insang. Maka dapat
ditarik kesimpuloan bahwa ikan bernafas dengan ikan.
2. Kesimpulan
Khusus (Deduksi)
Kesimpulan
khusus (deduksi) ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan
khusus (PK). Pernyataan yang bersifat umum lazim disebut premis mayor dan
pernyataan yang bersifat khusus lazim disebut premis minor. Dengan dasar kedua
pernyataan itu dihasilkan sebuah kesimpulan deduksi yang ligis dan sah. Contoh:
PU : semua dokter tulisannya jelek
PK : ayah saya seorang dokter
Jadi : ayah saya
tulisannya jelak
Kesimpulan “ayah
saya tulisannya jelek” adalah logis dan sah. Sekarang simak contoh berikut.
PU : semua dokter tulisannya jelek
PK : ayah saya tulisannya jelek
Jadi : ayah saya
seorang dokter
Kesimpulan “ayah
saya seorang dokter” tidak sah dan logis. Mengapa? Karena memang semua dokter
tulisannya jelek, tetapi tidak semua orang yang tulisannya jelek adalah seorang
dokter. Anak SD kelas dua pun tulisannya jelek dan mereka bukan dokter.
3. Persamaan
(Analogi)
Analogi
adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan
satu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Kesimpulan berdasarkan analogi ini
seringkali menyesatkan karena kedua fakta khusus yang disamakan atau
diperbandingakan tidak ada relevansinya. Contoh:
(1) Untuk
ketertiban kampus Rektor harus bertindak seperti seorang jendral menguasai anak
buahnya agar disiplin bisa dipenuhi.
(2) Hidup
ini bagai orang mampir ke warung, begitu kebutuhan telah terpenuhi aia segera
meninggalkannya.
4. Kesalahan
Argumentasi
Argumen
adalah alasan untuk membenarkan suatu pernyataan. Contoh:
(1) Kalau
anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena
rawa-rawa dan suingainya banyak ikannya.
(2) Kalau
anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena
tanahnya subur dan pemandangannya indah.
Penjelasan:
Alasan untuk senang tinggal di daerah ini pada kalimat (1) adalah benar; tetapi
kalau alasan yang diberikan seperti pada kalimat (2) tidak benar.
Bab
10 Masalah Bahasa Lainnya
Ada
empat buah masalah mengenai bahasa yang masih perlu dibicarakan, yaitu masalah kata penat, masalah kontaminasi, masalah
hemat tempat melalui ejaan, dan masalah bahasa jurnalistik untuk siaran radio
dan televisi.
1. Kata
Penat
Kata
penat adalah istilah yang dikembangkan Rosihan Anwar (1991) untuk padanan kata
inggris tired words, yalni berkaitan dengan kata-kata yang sangat sering
digunakan, sehingga orang bosan membacanya; dan sering menjadi penat dan letih
dibuatnya.
Rosihan
Anwar memberi contoh kata “dalam rangka” sebagai kata penat. Kalau kata penat
“dalam rangka” banyak digunakan pada paragraf pertama dari suatu berita maka ada
sejumlah kata penat yang digunakan pada paragraf-paragraf berikutnya, seperti
kata-kata:
(1) Sementara
itu
(2) Dalam
pada itu
(3) Perlu
diketahui
(4) Dapat
ditambah
(5) Selanjutnya
(6) Kemudian
daripada itu
Memang
dalam setiap karangan apabila kita harus pindah paragraf harus ada kata
ungkapan yang menghubungkannya. Namun, kata atau ungkapan yang sama dan itu-itu
saja maka akan menimbulkan kebosanan sehingga menjadi tidak menarik. Maka
disinilah kita membuat kevariasian dalam menggunakan kata atau ungkapan yang
berbeda..
2. Kerancuan
(Kontaminasi)
Kerancuan
atau kontaminasi adalah percampuran dua ungkapan (kontruksi bahasa) yang
terjadi atau dilakukan tanpa disadari, tetapi akibatnya bentuk ungkapan itu
menjadi kacau. Misalnya, ada ungkapan “menundukkan kepala” dan ungkapan
“membungkukkan badan” yang makna keduanya hampir sma, lalu digabungkan menjadi
“menundukkan badan” atau “membungkukkan kepala”. Kedua ungkapan itu menjadi
kacau dan rancu.
Contoh-contoh
kontaminasi lain yang harus kita hindarkan, antara lain adalah:
(1) Untuk
sementara waktu
(2) Sementara
orang
(3) Selain
daripada itu
(4) Dan
lain sebagainnya
(5) Berhubung
karena
(6) Demi
untuk
(7) Agar
supaya
3. Hemat
Kata Melalui Ejaan
Rosihan
Anwar (1991) punya gagasan bahwa kita dapat melakukan penghematan melalu ejaan.
Contoh yang diberikan adalah penulisan kata:
Hadlir menjadi hadir
Bathin menjadi batin
Mitsal menjadi misal
Syah menjadi sah
Syukur menjadi sukur
Lalu, kalau gagasan itu
kita laksanakandalam penulisan berita, kita memang telah banyak melakukan
penghematan tempat dalam surat kabar atau terbitan pers lainnya. Namun, kita
pun harus berhati-hati karena kita tidak mungkin “memperlakukan” semuanya.
4. Bahasa
Jurnalistik Radio dan Televisi
Siaran berita dalam
media cetak disampaikan dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca; dan kalau
perlu dapat dibaca berulang-ulang. Jadi, untuk disiarkan di media cetak seorang
jurnalis harus menulis berita dengan kalimat-kalimat yang ringkas, padat,
lugas, dan menarik. Siaran berita dalam radio disampaikan secara lisan. Jadi,
untuk memahami siaran berita media radio seseorang haruslah mendengarkan dengan
menggunakan indra pendengaran sebaik-baiknya.
Dalam bahasa lisan yang
disiarkan oleh radio, tidak ada tanda baca. Yang ada adalah intonasi kalimat,
tekanan kata, nada dan aksen. Intonasi kalimat lebih sempurna dari tanda-tanda
baca. Oleh karena itu, resiko kesalahpahaman dalam menangkap bahasa lisan lebih
sedikit daripada ,menangkap bahasa tulis.
Bagaimana dengan bahasa
media televisi? Bahasa berita dalam media televisi kita tangkap secara audiovisual. Artinya, kita dengar
suaranya dan kita lihat gambarnya, baik orang yang membacakan berita itu,
maupun gambar ilustrasinya.
Bahasa untuk hear copy antara lain, harus:
(a) Dalam
gaya percakapan
(b) Dengan
kalimat-kalimat yang pendek dan lugas
(c) Menghindarkan
susunan kalimat terbalik
(d) Mengusahakan
agar subjek dan predikat letaknya berdekatan
Bahasa
untuk televisi hendaknya:
(a) Sederhana,
tidak campur aduk dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kurang dikenal
oleh rata-rata penonton.
(b) Menggunakan
kalimat0kalimat pendek langsung kepada sasaran, tidak berbelit-belit.
(c) Menghindarkan
pemakaian kalimat terbalik
(d) Mengusahakan
sedapat mungkin agar subjek predikat berdekatan letaknya.
(e) Nilai-nilai
dalam mata uang asing, takaran, dan timbangan hendaknya diberi padanannya
dengan yang berlaku di Indonesia.
(f) Memberi
penjelasan cukup tentang benda-benda atau kata-kata asing yang terpaksa
digunakan dalam siaran berita televisi.
(g) Kalimat
panjang yang mungkin dapat disajikan dalam media cetak sebaiknya dibagi-bagi
menjadi beberapa kalimat yang pendek, dan kalau perlu susunannya diubah,
sehingga subjek dan predikat jelas posisinya.
Bab 11 Memburu dan Menyajikan
Berita
Tugas pokok seorang
jurnalis adalah memburu dan menyajikan berita sampai berita itu disiarkan entah
melalui media cetak maupun media elektronik.
1. Memburu
Berita
Dalam memburu, mencari,
atau menemukan berita, seorang wartawan harus memiliki kompetensi, yaitu
kompetensi mencari berita. Tugas seorang wartawan mengumpulkan fakta-fakta
sebanyak-banyaknya yang berkenaan dengan kejadian atau peristiwa itu. Ada dua
cara dalam mengumpulkannya, yaitu dengan wawancara dan observasi.
Observasi dilakukan
dengan mendatangi secara langsung ke TKP (Tempat Kejadian Perkara). Andaikata
dia terlambat dan kejadian telah selesai, dia masih dapat mengumpulkan
fakta-fakta dari sisa-sisa kejadian atau dengan menanyakan atau mewawancarai
orang-orang yang kebetulan ada di TKP. Fakta yang dikuympulkan berkenaan dengan
unsur-unsur berita, 5 W + 1 H.
Masih banyak fakta yang
bisa dikumpulkan dari kejadian itu. Misalnya, menyusul korban kerumah sakit,
menanyakan keadaan korban kepada dokter yang menangani. Atau mewawancarai
polisi (kepolisian) yang menangani kejadian tersebut.
2. Menyajikan
Berita
Fakta-fakta yang sudah
terkumpul, baik dalam catatan di kertas maupun dalam bentuk rekaman, harus
diolah, disajikan, menjadi naskah berita yang akan dicetak atau dimuat dalam
surat kabar atau majalah. Untuk dapat menyusun naskah berita dari sejumlah
fakta-fakta berita perlu keterampilan atau kompetensi tersendiri.
Dalam penyusunan naskah
berita, pertama kita rumuskan judul berita, selanjutnya menyusun paragraf
pertama yang merupakan teras, berisi “sari” dari isi berita tersebut. Sebagai
teras berita, paragraf pertama harus dibuat singkat, tapi menarik dan memuat
unsur berita yang lengkap.
Kompetensi untuk dapat
memburu fakta-fakta berita dan dapat menyajikan naskah-naskah berita tidak
dapat diperoleh secara instan, tetapi harus dilakukan dengan latihan atau kerja
terus-menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar