Nama : Erika Musrima
NIM : 06121402021
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Mata Kuliah : Bahasa Jurnalistik
Tugas :
Menulis Intisari bab 6, 7, dan 8 pada buku Bahasa Jurnalistik karya Abdul Chaer.
Bab 6: Bahasa yang Tepat Makna
Salah satu ciri bahasa jurnalistik
adalah bahasa jurnalistik bersifat lugas sehingga mudah dipahami. Bahasa
jurnalistik harus disajikan dengan prinsip tepat makna. Artinya, yang
disampaikan itu sesuai dengan fakta dan dapat diterima oleh pembaca sesuai dengan
yang diinginkan oleh penulis berita.
Cara menerapkan prinsip
tepat makna di dalam bahasa jurnalistik, yaitu, (1) menggunakan kata-kata yang
secara faktual adalah benar; (2) menggunakan kata-kata yang secara gramatikal memiliki bentuk yang
tepat; (3) menggunakan kata yang secara semantik mempunyai nuansa makna yang
tepat dari sederet kata bersinonim; (4) menghindari bentuk-bentuk frase atau
kalimat yang ambigu; dan (5) menyusun kalimat sesuai dengan kaidah gramatikal.
1. Kata-kata dengan Kebenaran Faktual
Kata-kata dengan
kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya. Misalnya: Puluhan warga Batu Merah, Kecamatan Sirimau,
Ambon, Maluku, mengelah kulit kerang menjadi beragam barang bernilai.
(kompas, 3 Februari 2014).
2. Kata-kata dengan Bentuk Gramatikal
yang Tepat
Kata-kata
dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk
gramatikal yang mendukung konsep makna yang tepat. Misalnya secara gramatik
kita mempunyai pasangan kata menghidupkan
dan menghidupi, melemparkan dan melempari, menghindarkan dan menghindari. Misalnya: (a) Geliat para pengrajin ikut menghidupkan
perekonomian sejumlah warga pemilik bagunan di jalan Jendral Sudirman. (b)
Hasil penjualan kerajianan itu bias menghidupi keluarga mereka. (kompas,
Senin, 3 Februari 2014).
3. Pilihan dari
Kata-kata Bersinomin
Banyak
orang berpendapat bahwa kata-kata bersinonim seperti mati, wafat, meninggal, berpulang, tewas, gugur, dan mampus memiliki makna yang sama; namun
sebenarnya tidak sama. Yang sama hanya makna dasarnya, yaitu ‘yang tadinya
bernyawa menjadi tidak bernyawa lagi’. Secara social dan cultural keenam kata
itu masih juga diperbedakan. Misalnya: (a)
Komodo mati dengan lidah terjulur,
usus berwarna kemerahan, dan usus besar keluar dari kloaka. (b) Sebanyak 14
warga dusun ditemukan tewas ditimbun
longsoran setelah dicari selama lima hari.
Contoh lain, dalam bahasa Indonesia ada
sederet kata bersinonim yang makna dasrnya adalah ‘melihat’ yakni kata-kata menonton, melirik, melotot, mengintai,
mengawas, meninjau, dan mengintip.
Makna yang membedakannya adalah menonton
adalah melihat untuk memperoleh kesenangan; melirik
adalah melihat dengan sudut mata tanpa diketahui orang; melotot adalah melihat dengan mata terbuka lebar; mengintai adalah melihat dengan maksud
menangkap atau menerkam; mengawas
adalah melihat sebagai tugas; mengintip
adalah melihat dari cela-cela sempit atau tempat tersembunyi; dan mninjau adalah melihat ke arah kejauhan
dari tempat ketinggian.
4. Menghindari Bentuk-bentuk Ambiguiti
Bentuk
Ambiguiti yakni bentuk frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk
ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna. Misalnya: Billi adiknya Olga. Kontruksi Billi
adiknya Olga dapat ditafsirkan bermakna (a) Olga itu adik sedang Billi itu
kakak; (b) Billi itu kakak sedangkan Olga adik.
5. Susunan Kalimat yang Cermat
Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai
unsure subjek dan unsure predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat
berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan boleh ada boleh
tidak sesuai dengan keperluan. Sebuah kalimat tunggal tidak boleh diawali
dengan sebuah konjungsi. Misalnya: Bank
Indonesia memperluas aturan tentang swap hidging sebagai bentuk pendalaman
pasar keuangan.
Bab
7: Bahasa yang Menarik
Penulisan judul berita dengan huruf-huruf yang
ekstra besar, bahkan dengan tinta berwarna tentunya dilakukan dengan maksud
untuk menarik perhatian pembaca atau pembeli surat kabar tersebut. Penulisan
judul berita seperti itu memang efektif untuk menarik perhatian orang, tetapi
bukan berarti telah menggunakan prinsip jurnalistik untuk menggunakan
kalimatyang menarik apalagi hemat tempat. Jelas penggunaan huruf-huruf yang ekstra
besar itu telah memakan banyak tempat. Pembicaraan mengenai bahasa yang menarik
dapat dibedakan atas: menarik pada judul berita, menarik pada teras berita, dan
menari pada keseluruhan berita.
1. Menarik pada Judul Berita
Menurut
Rosihan Anwar (1991), judul berita itu harus dikemas semenarik mungkin, dengan
kata-kata yang dapat menggugah perasaan dan minat membaca. Judul berita harus
dalam bentuk kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik
lagi verba yang bersifat aktif, bukan pasif, meskipun prefiks me- pada verba itu ditanggalkan.
Misalnya: KPK periksa Romi Herton.
Kata periksa adalah verba aktif yang
prefiks me-nya ditanggalkan. Namun
kalau unsure who dalam berita itu
adalah tokoh penting maka bias digunakan verba bentuk pasif dengan prefiks di karena ingin menonjolkan unsure who itu.
Misalnya: Jokowi ditunjuk ketua PDIP
untuk menjadi capres.
2. Menarik pada Teras Berita
Teras berita yaitu,
paragraph pertama dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan
dikemukakan pada badan berita. Misalnya, untuk berita berjudul: Busway Nabrak Sepeda Motor, Teras
beritanya dibuat dalam tiga buah kalimat singkat. Lagi, kecelakaan di jalur Busway. Samsudin (30 th), warga Rt 004 Rw 09
kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin pagi sekitar pk 8
ketika motong jalur Busway di Mataram Raya, terpental dihantam bus transjakarta
sejauh 5 meter. Korban yang luka parah dilarikan ke RSCM. Kasusnya ditangani
polsek Mataram. Teras berita di atas telah dipaparkan (5W+1H) yang kemudian
unsure-unsur tersebut akan diperjelas pada paragraf-paragraf berikutnya yang
merupakan badan berita.
3. Menarik untuk Badan Berita, Berita
Kisah, dan Artikel
Selain dengan
menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget” atau “mengigit” dalam penulisan
berita atau karangan pada umumnya kita juga dapat melakukan hal-hal berikut.
a.
Mendramatisasi
kejadian
Contoh: Dewi Persik marah kepada anggota kepolisian
Dinyatakan sebagai
kalimat: Dewi Persik memberontak sambil berkata kasar dan menunjuk-nunjuk wajah
beberapo polisi yang menjemputnya.
b. Mengkongkretkan
kata abstrak
Contoh: Dulu sebelum menjadi walikota Ridho Yahya pernah menjadi wakil walikota
Dikonkretkan menjadi
kalimat: Dulu sebelum menjadi walikota Ridho Yahya pernah menjadi wakil
walikota Prabumulih
c. Variasi Pola Kalimat
Contoh: Presiden menyambut kedatangan Duta Besar Amerika di istana Negara
Kalimat divariasikan
menjadi: Presiden di istana Negara menyambut kedatangan Duta Besar Amerika.
d. Variasi Jenis
Kalimat
Contoh: Tim Delapan tadi pagi di istana Negara diterima Presiden
e. Variasi konjungsi
Konjungsi atau kata sambung pada
konteks-konteks tertentu dapat ditinggalkan alias tidak usah digunakan. Namun,
kalau terpaksa harus digunakan demi menerapkan prinsip tepat makna, maka
hendaknya digunakan secara bervariasi demi menerapkan prinsip bahasa yang
menarik.
f. Penggunaan Ungkapan,
Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme
Meskipun bahasa jurnalistik harus singkat,
padat, dan lugas, tetapi untuk mendapatkan bahasa yang menarik perlu digunakan
Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme yang sudah umum dan dikenal
luas. Namun, kalau keempat hal ini (Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan
Disfemisme ) digunakan secara berlebihan, apalagi yang belum dikenal umum tentu
akan menjadi tidak menrik lagi. Jadi, gunakanlah seperlunya.
Bab 8 Bahasa Yang Nalar
Seorang jurnalis atau
wartawan hanya harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang ditemukan
masyarakat. Dia tidak boleh mengajukan opininya atau pendapatnya atau
pendapatnya mengenai suatu kejadian atau peristiwa. Artinya, si wartawan perlu
memperbaiki hal yang tidak nalar. Ungkapan tidak nalar itu biasanya bersumber
dari empat hal, yaitu salah satu dalam hal:
1)
Menarik
kesimpulan umum (induksi)
2)
Menarik
kesimpulan khusus (deduksi)
3)
Menarik
persamaan (analogi)
4)
Member
alasan (argument)
1. Kesimpulan Umum (Induktif)
Kesimpulan Umum
(Induktif) Adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus
menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya, ada fakta bahwa cakalang bernapas dengan
insang, kakap bernapas dengan insang, bandeng bernafas dengan insang, dan ikan
lain yang bernapas dengan insang. Maka dari fakta-fakta tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa ikan bernapas dengan insang. Pernyataan tersebut adalah sah
dan benar. Namun, dalam masyarakat umum banyak kita dengar atau kit abaca
kesimpulan umumyang salah atau tidak benar karena ditarik dari percontoh
fakta-fakta khsusus yang tidak cukup. Misalnya kesimpulan atau pernyataan:
1) Remaja
Indonesia itu suka nonton sinetron
2) Remaja
Indonesia itu tidak suka nonton sinetron
Memang banyak remaja
Indonesia nonton sinetron, tetapi yang tidak suka nonton sinetron juga banyak.
Oleh karena itu, agar pernyataan di atas menjadi nalar, maka seharusnya diberi
keterangan beberapa atau keterangan
lainya, misalnya:
1) Beberapa
remaja Indonesia itu suka nonton sinetron
2) Beberapa
remaja Indonesia itu tidak suka nonton sinetron
2. Kesimpulan Khusus (Deduksi)
Kesimpulan khusus
ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK). Contoh:
PU: Semua remaja suka nonton sinetron
PK: Saya adalah seorang remaja
Jadi: Saya suka nonton sinetron
Kesimpulan “Saya suka
nonton sinetron” adalah logis dan sah. Sekarang simak contok berikut.
PU: Semua remaja suka
nonton sinetron
PK: Saya adalah seorang
remaja
Jadi: Saya suka nonton
sinetron
Kesimpulan “Saya suka
nonton sinetron” tidak sah dan tidak logis. Mengapa ? karena memang semua
remaja suka nonton sinetron, tetapi tidak semua remaja yang suka nonton
sinetron. Sebuah kesimpulan deduksi adalah sah, benar, dan logis kalau Subjek
pada PU adalah Predikat pada PK, dan kesimpulannya adalah Subjek pada PK
menjadi Subjek kesimpulan; sedangkan Predikat pada PU menjadi Predikat pada
kesimpulan.
a.
Persamaan
(Analogi) yang salah
Analogi adalah kesimpulan yang ditarik
dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta
khusus lain.
Contoh: hidup ini bagai orang mampir ke
warung, begitu kebutuhan telah terpenuhi ia segera meninggalkannya.
b.
Kesalahan
Argumentasi
Adalah alasan untuk membenarkan suatu
pernyataan.
Contoh: kalau anda senang memancing
tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena rawa-rawa dan sungainya
banyak ikannya.
Kesalahan dalam memberikan alasan atau
argument, banyak sebabnya. Antara lain:
a.
Alasan
yang diberikan tidak mengenai pokok masalah
Contoh:kita
boleh saja melakukan korupsi karena banyak pejabat juga melakukannya
b.
Alasan
yang diberikan bukan mengenai masalahnya
Contoh:
dia tidak pantas menjadi penyanyi kerena tidak cantik
c.
Alasan
yang diberikan tidak berdasarkan pendapat ahli dibidangnya
Contoh:
Palestina dan Israel segera akan berdamai seperti yang dikatan oleh ketua umu
PSSI kemarin
d.
Alasan
yang diberikan berdasarkan pikiran atau pandangan apriori si pembaca atau
penulis
Contoh:
karena sering berdebat dengan dosennya ,dia pasti tidak lulus ujian
e.
Alasan
yang diberikan tidak ada hubungannya dengan masalah pokok
Contoh:
dia tidak pulang padahal hari tidak hujan
f.
Alasan
yang diberikan sama dengan masalahnya
Contoh:
saya senang kepadanya karena saya mengaguminya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar