Senin, 12 Mei 2014



Nama              : Erika Musrima
NIM                : 06121402021
Prodi               : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Mata Kuliah   : Bahasa Jurnalistik
Tugas         : Menulis Intisari bab 6, 7, dan 8 pada buku Bahasa Jurnalistik karya  Abdul Chaer.

Bab 6: Bahasa yang Tepat Makna
            Salah satu ciri bahasa jurnalistik adalah bahasa jurnalistik bersifat lugas sehingga mudah dipahami. Bahasa jurnalistik harus disajikan dengan prinsip tepat makna. Artinya, yang disampaikan itu sesuai dengan fakta dan dapat diterima oleh pembaca sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis berita.
Cara menerapkan prinsip tepat makna di dalam bahasa jurnalistik, yaitu, (1) menggunakan kata-kata yang secara faktual adalah benar; (2) menggunakan kata-kata  yang secara gramatikal memiliki bentuk yang tepat; (3) menggunakan kata yang secara semantik mempunyai nuansa makna yang tepat dari sederet kata bersinonim; (4) menghindari bentuk-bentuk frase atau kalimat yang ambigu; dan (5) menyusun kalimat sesuai dengan kaidah gramatikal.
1. Kata-kata dengan Kebenaran Faktual
Kata-kata dengan kebenaran faktual adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya. Misalnya: Puluhan warga Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Ambon, Maluku, mengelah kulit kerang menjadi beragam barang bernilai. (kompas, 3 Februari 2014).
2. Kata-kata dengan Bentuk Gramatikal yang Tepat
            Kata-kata dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata yang memiliki bentuk gramatikal yang mendukung konsep makna yang tepat. Misalnya secara gramatik kita mempunyai pasangan kata menghidupkan dan menghidupi, melemparkan dan melempari, menghindarkan dan menghindari. Misalnya: (a) Geliat para pengrajin ikut menghidupkan perekonomian sejumlah warga pemilik bagunan di jalan Jendral Sudirman. (b) Hasil penjualan kerajianan itu bias menghidupi keluarga mereka. (kompas, Senin, 3 Februari 2014).
3. Pilihan dari Kata-kata Bersinomin
            Banyak orang berpendapat bahwa kata-kata bersinonim seperti mati, wafat, meninggal, berpulang, tewas, gugur, dan mampus memiliki makna yang sama; namun sebenarnya tidak sama. Yang sama hanya makna dasarnya, yaitu ‘yang tadinya bernyawa menjadi tidak bernyawa lagi’. Secara social dan cultural keenam kata itu masih juga diperbedakan. Misalnya: (a) Komodo mati dengan lidah terjulur, usus berwarna kemerahan, dan usus besar keluar dari kloaka. (b) Sebanyak 14 warga dusun ditemukan tewas ditimbun longsoran setelah dicari selama lima hari.
     Contoh lain, dalam bahasa Indonesia ada sederet kata bersinonim yang makna dasrnya adalah ‘melihat’ yakni kata-kata menonton, melirik, melotot, mengintai, mengawas, meninjau, dan mengintip. Makna yang membedakannya adalah menonton adalah melihat untuk memperoleh kesenangan; melirik adalah melihat dengan sudut mata tanpa diketahui orang; melotot adalah melihat dengan mata terbuka lebar; mengintai adalah melihat dengan maksud menangkap atau menerkam; mengawas adalah melihat sebagai tugas; mengintip adalah melihat dari cela-cela sempit atau tempat tersembunyi; dan mninjau adalah melihat ke arah kejauhan dari tempat ketinggian.
4. Menghindari Bentuk-bentuk Ambiguiti
            Bentuk Ambiguiti yakni bentuk frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna. Misalnya: Billi adiknya Olga. Kontruksi Billi adiknya Olga dapat ditafsirkan bermakna (a) Olga itu adik sedang Billi itu kakak; (b) Billi itu kakak sedangkan Olga adik.
5. Susunan Kalimat yang Cermat
       Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsure subjek dan unsure predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat berupa kata kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan boleh ada boleh tidak sesuai dengan keperluan. Sebuah kalimat tunggal tidak boleh diawali dengan sebuah konjungsi. Misalnya: Bank Indonesia memperluas aturan tentang swap hidging sebagai bentuk pendalaman pasar keuangan.

Bab 7: Bahasa yang Menarik
            Penulisan judul berita dengan huruf-huruf yang ekstra besar, bahkan dengan tinta berwarna tentunya dilakukan dengan maksud untuk menarik perhatian pembaca atau pembeli surat kabar tersebut. Penulisan judul berita seperti itu memang efektif untuk menarik perhatian orang, tetapi bukan berarti telah menggunakan prinsip jurnalistik untuk menggunakan kalimatyang menarik apalagi hemat tempat. Jelas penggunaan huruf-huruf yang ekstra besar itu telah memakan banyak tempat. Pembicaraan mengenai bahasa yang menarik dapat dibedakan atas: menarik pada judul berita, menarik pada teras berita, dan menari pada keseluruhan berita.
1. Menarik pada Judul Berita
            Menurut Rosihan Anwar (1991), judul berita itu harus dikemas semenarik mungkin, dengan kata-kata yang dapat menggugah perasaan dan minat membaca. Judul berita harus dalam bentuk kalimat yang predikatnya berupa verba atau kata kerja. Lebih baik lagi verba yang bersifat aktif, bukan pasif, meskipun prefiks me- pada verba itu ditanggalkan. Misalnya: KPK periksa Romi Herton. Kata periksa adalah verba aktif yang prefiks me-nya ditanggalkan. Namun kalau unsure who dalam berita itu adalah tokoh penting maka bias digunakan verba bentuk pasif dengan prefiks di karena ingin menonjolkan unsure who itu. Misalnya: Jokowi ditunjuk ketua PDIP untuk menjadi capres.

2. Menarik pada Teras Berita
Teras berita yaitu, paragraph pertama dari berita langsung yang berisi informasi mengenai yang akan dikemukakan pada badan berita. Misalnya, untuk berita berjudul: Busway Nabrak Sepeda Motor, Teras beritanya dibuat dalam tiga buah kalimat singkat. Lagi, kecelakaan di jalur Busway. Samsudin (30 th), warga Rt 004 Rw 09 kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin pagi sekitar pk 8 ketika motong jalur Busway di Mataram Raya, terpental dihantam bus transjakarta sejauh 5 meter. Korban yang luka parah dilarikan ke RSCM. Kasusnya ditangani polsek Mataram. Teras berita di atas telah dipaparkan (5W+1H) yang kemudian unsure-unsur tersebut akan diperjelas pada paragraf-paragraf berikutnya yang merupakan badan berita.

3. Menarik untuk Badan Berita, Berita Kisah, dan Artikel
Selain dengan menggunakan kata-kata yang memiliki “gereget” atau “mengigit” dalam penulisan berita atau karangan pada umumnya kita juga dapat melakukan hal-hal berikut.
a.      Mendramatisasi kejadian
Contoh: Dewi Persik marah kepada anggota kepolisian
Dinyatakan sebagai kalimat: Dewi Persik memberontak sambil berkata kasar dan menunjuk-nunjuk wajah beberapo polisi yang menjemputnya.
b. Mengkongkretkan kata abstrak
    Contoh: Dulu sebelum menjadi walikota Ridho Yahya pernah menjadi wakil walikota
Dikonkretkan menjadi kalimat: Dulu sebelum menjadi walikota Ridho Yahya pernah menjadi wakil walikota Prabumulih
c. Variasi Pola Kalimat
    Contoh: Presiden menyambut kedatangan Duta Besar Amerika di istana Negara
Kalimat divariasikan menjadi: Presiden di istana Negara menyambut kedatangan Duta Besar Amerika.
d. Variasi Jenis Kalimat
     Contoh: Tim Delapan tadi pagi di istana Negara diterima Presiden
e. Variasi konjungsi
     Konjungsi atau kata sambung pada konteks-konteks tertentu dapat ditinggalkan alias tidak usah digunakan. Namun, kalau terpaksa harus digunakan demi menerapkan prinsip tepat makna, maka hendaknya digunakan secara bervariasi demi menerapkan prinsip bahasa yang menarik.
f. Penggunaan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme
    Meskipun bahasa jurnalistik harus singkat, padat, dan lugas, tetapi untuk mendapatkan bahasa yang menarik perlu digunakan Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme yang sudah umum dan dikenal luas. Namun, kalau keempat hal ini (Ungkapan, Gaya Bahasa, Eufemisme, dan Disfemisme ) digunakan secara berlebihan, apalagi yang belum dikenal umum tentu akan menjadi tidak menrik lagi. Jadi, gunakanlah seperlunya.

Bab 8 Bahasa Yang Nalar
Seorang jurnalis atau wartawan hanya harus menyampaikan fakta-fakta kejadian yang ditemukan masyarakat. Dia tidak boleh mengajukan opininya atau pendapatnya atau pendapatnya mengenai suatu kejadian atau peristiwa. Artinya, si wartawan perlu memperbaiki hal yang tidak nalar. Ungkapan tidak nalar itu biasanya bersumber dari empat hal, yaitu salah satu dalam hal:
1)     Menarik kesimpulan umum (induksi)
2)     Menarik kesimpulan khusus (deduksi)
3)     Menarik persamaan (analogi)
4)     Member alasan (argument)


1. Kesimpulan Umum (Induktif)
Kesimpulan Umum (Induktif) Adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta khusus menjadi sebuah kesimpulan. Misalnya, ada fakta bahwa cakalang bernapas dengan insang, kakap bernapas dengan insang, bandeng bernafas dengan insang, dan ikan lain yang bernapas dengan insang. Maka dari fakta-fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ikan bernapas dengan insang. Pernyataan tersebut adalah sah dan benar. Namun, dalam masyarakat umum banyak kita dengar atau kit abaca kesimpulan umumyang salah atau tidak benar karena ditarik dari percontoh fakta-fakta khsusus yang tidak cukup. Misalnya kesimpulan atau pernyataan:
1)     Remaja Indonesia itu suka nonton sinetron
2)     Remaja Indonesia itu tidak suka nonton sinetron
Memang banyak remaja Indonesia nonton sinetron, tetapi yang tidak suka nonton sinetron juga banyak. Oleh karena itu, agar pernyataan di atas menjadi nalar, maka seharusnya diberi keterangan beberapa atau keterangan lainya, misalnya:
1)     Beberapa remaja Indonesia itu suka nonton sinetron
2)     Beberapa remaja Indonesia itu tidak suka nonton sinetron
2. Kesimpulan Khusus (Deduksi)
Kesimpulan khusus ditarik dari satu pernyataan umum (PU) dan satu pernyataan khusus (PK).  Contoh:
PU: Semua remaja suka nonton sinetron
PK: Saya adalah seorang remaja
Jadi: Saya suka nonton sinetron
Kesimpulan “Saya suka nonton sinetron” adalah logis dan sah. Sekarang simak contok berikut.
PU: Semua remaja suka nonton sinetron
PK: Saya adalah seorang remaja
Jadi: Saya suka nonton sinetron
Kesimpulan “Saya suka nonton sinetron” tidak sah dan tidak logis. Mengapa ? karena memang semua remaja suka nonton sinetron, tetapi tidak semua remaja yang suka nonton sinetron. Sebuah kesimpulan deduksi adalah sah, benar, dan logis kalau Subjek pada PU adalah Predikat pada PK, dan kesimpulannya adalah Subjek pada PK menjadi Subjek kesimpulan; sedangkan Predikat pada PU menjadi Predikat pada kesimpulan.
a.      Persamaan (Analogi) yang salah
Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan satu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
Contoh: hidup ini bagai orang mampir ke warung, begitu kebutuhan telah terpenuhi ia segera meninggalkannya.
b.     Kesalahan Argumentasi
Adalah alasan untuk membenarkan suatu pernyataan.
Contoh: kalau anda senang memancing tentu anda akan senang tinggal di daerah ini karena rawa-rawa dan sungainya banyak ikannya.
Kesalahan dalam memberikan alasan atau argument, banyak sebabnya. Antara lain:
a.      Alasan yang diberikan tidak mengenai pokok masalah
Contoh:kita boleh saja melakukan korupsi karena banyak pejabat juga melakukannya
b.     Alasan yang diberikan bukan mengenai masalahnya
Contoh: dia tidak pantas menjadi penyanyi kerena tidak cantik
c.      Alasan yang diberikan tidak berdasarkan pendapat ahli dibidangnya
Contoh: Palestina dan Israel segera akan berdamai seperti yang dikatan oleh ketua umu PSSI kemarin
d.     Alasan yang diberikan berdasarkan pikiran atau pandangan apriori si pembaca atau penulis
Contoh: karena sering berdebat dengan dosennya ,dia pasti tidak lulus ujian
e.      Alasan yang diberikan tidak ada hubungannya dengan masalah pokok
Contoh: dia tidak pulang padahal hari tidak hujan
f.      Alasan yang diberikan sama dengan masalahnya
Contoh: saya senang kepadanya karena saya mengaguminya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar