Nama : Anggun Saymona
Nim : 06121402029
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Intisari Bab 1-4
Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Secara lisan
misalnya, harus digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat-rapat dalam instansi
pemerintahan, dalam pendidikan, pengajaran dan sebagainya. Secara nasional,
tentu juga harus menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan jurnalistik lokal atau
kedaerahan boleh saja menggunakan bahasa daerah, bukan bahasa Indonesia. Dari
dua pembagian itu pun dikenal adanya ragam formal lisan dan ragam formal tulis.
Ragam sastra banyak menggunakan kata-kata dengan makna kias, banyak menggunakan
ungkapan, banyak menggunakan berbagai bahasa, dan sebagainya. Sedangkan ragam
ilmiah bersifat lugas, tidak menggunakan kata-kata dengan makna kias, dan
hampir tidak menggunakan ungkapan dan gaya bahasa tetapi banyak menggunakan
istilah-istilah yang sesuai dengan bidang ilmu atau bidang kegiatan yang
dibicarakan.
Bahasa
jurnalistik atau bahasa indonesia ragam jurnalistik juga mempunyai ciri-ciri
sendiri yang membedakannya dengan ragam-ragam bahasa lainnya. Ciri-ciri ragam
bahasa jurnalistik adalah sesuai dengan tujuan tujuan jurnalistik dan siapa
pembaca ragam jurnalistik itu. Prof. John Hohenberg (liha5t Rosihan Anwar 1991)
menyatakan bahwa tujuan semua penulisan karya jurnalistik adalah menyampaikan
informasi, opini, dan idekepada pembaca secara umum. Dengan kata teliti berarti
informasi yang di sampaikan harus benar, akurat, dan tidak ada rekayasa berita.
Dengan kata ringkas dan jelas berarti kalimat-kalimat yang digunakan tidak
bertele-tele, kata-kata yang digunakan tepat secara semantik dan gramatikal.
Dengan kata mudah mengerti berarti para pembaca tidak perlu buang energi (untuk
membuka kamus) mencari makna kata atau kalimat yang digunakan. Lalu dengan
kiata menarik berarti berita yang disampaikan disusun dalam kalimat-kalimat
atau kata-kata yang menarik sehingga orang ingin membacanya.
Pembaca
ragam bahasa jurnalistik adalah semua anggota masyarakat pada umumnya. Siapa
saja boleh dan dapat menjadi pembaca karya jurnalistik. Bagaimana konkretnya
ragam bahasa jurnalistik, kiranya dapat ditarik dari “Pedoman Pemakaian Bahasa
dalam Pers” yang merupakan hasil kesepakatan para peserta Karya Latihan
Wartawan (KLW) ke-17 PWI Jaya yang dipimnpin oleh H. Rosihan Anwar pada bulan
November 1975 di Jakarta, dan dari “Suatu Model Style Book” dari Prof. John
Hohenberg (lihat Rosihan Anwar 1991). Kedua sumber itu dapat disimpulkan, bahwa
bahasa Indonesia ragam jurnalistik.
Andaikata
semua jurnalistik mengikuti pedoman di atas tentru tidak ada tuduhan bahwa
bahasa jurnalistik (koran, majalah, tabloid) “merusak” bahasa Indonesia,
seperti banyak dituduhkan orang. Tuduhan bahasa Jurnalistik atau pers merudak
bahasa, menurut J.S. Badudu, pendidik dan pakar bahasa Indonesia, bukan hanya
dilontarkan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga dilontarkan oleh masyarakat
dari negara lain terhadap bahasa jurnalistik mereka. Sebagai wartawan senior,
Slamet Djabarudi meyakini memang banyak sekali kesalahan bahasa ytang terjadi
pada dunia pers, tetapi bukan berarti tidak ada usaha untuk memperbaikinya.
Menurut beliau, bahasa pers dan bukan pers sama saja, yaitu sebagai alat untuk
menyampaikan pesan.
Kediatan
utama seorang jurnalistik adalah mencari, menulis dan menyiarkan berita sampai
diketahui dan diterima oleh orang banyak akan berita itu. Ras Siregar (1982),
yang dikenal sebagai sastrawan Indonesia, tetapi juga pernah menjadi dosen pada
akademik publisistik, secara sederhana ,mengatakan bahwa berita adalah kejadian
yang diulang dengan menggunakan kata-kata. Sering juga ditambah dengan gambar
atau hanya berupa gambar-gambar saja.
Pada
hemat kami masih ada lagi peristiwa atau kejadian yang layak berita, yaitu
peristiwa atau kejadian yang bersifat kontroversial. Misalnya, peristiwa yang
melibatkan petinggi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang seharusnya
memberantas korupsi, malah terlibat dalam skandal penyuapan. Begitu juga
peristiwa atau kejadian yang menyangkut orang-orang yang seharusnya menegakkan
hukum, tetapi malah melakukan pelanggaran hukum, seperti kasus adanya jaksa
menerima uang suap dalam jumlayh miliaran. Seperti diketahui setiap berita
jurnalistik harus memenuh8i 5W+1H, yaitu what, who, where, when, why, dan how.
Atau apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana.
Tajuk
rencana atau editorial biasanya berisi uraian komentar, dan pendapat redaksi
mengenai masalah yang sangat aktual pada hari itu atau pada hari-hari
sebelumnya. Artikel lepas, misalnya uraian tentang politik, perdagangan,
ekonomi, agama, budaya, dan sebagainya lazimya ditulis oleh para pakar di
bidangnya yang tidak langsung bergelut dalam bidang jurnalistik.
Iklan
atau advertensi pada dasarnya adalah suatu penawaran untuk menggunakian suatu
produk, atau mengikuti suatu layanan jasa. Tulisan pembaca biasanya berisi
keluhan mengenai hal-hal yang dialami. Pojok biasanya berisi hal-hal yang
bersifat santai dan menggunakan ragam bahasa yang jauh dari ragam jurnalistik
maupun ragam bahasa formal (bahasa baku).
Penulisan
berita, apa pun jenisnya, adalah pekerjaan karang mengarang. Jadi,
kaidah-kaidah karang-mengarang haruslah diterapkan dalam penulisan berita itu,
di samping rambu-rambu khusus yang berlaku dalam dunia jurnalistik. Rambu-rambu
itu berkenaan dengan cara penulisan judul berita, teras berita (lead, intro),
tubuh berita (detail), dan bagian penutup.
Judul
berita disebut juga kepala berita atau headline news, harus dibuat sedemikian
rupa sehingga tampak menarik dan “hidup”. Umpannya, untuk membuat judul lebih
“hidup” dan lebih menarik perhatian.
Dalam
jurnalistik Indonesia ada beberapa istilah untuk menyebut Teras Berita (Inggris
Lead), yaitu pengantar berita, awal berita dan intro. Dalam buku ini digunakan
istilah Teras Berita, istilah yang ditetapkan oleh kantor berita “ Antara”
(Rosihan Anwar 1991). Teras berita adalah bagian yang penting dari sebuah
berita, yang ditempatkan pada paragraph pertama dibawah judul berita.
Berita
kisah, juga berita langsung, dan berita ringan, pada hakikatnya adalah sebuah
karangan utuh, yang harus mengikuti kaidah-kaidah penulisan sebuah karangan.
Hanya, coraak dan kelengkapan isinya yang mungkin berbeda.
Sebagai
alat komunikasi verbal atau alat interaksi social antar manusia, bahasa
memiliki wsatuan atau satuan-satuan yang digunakan dalam penulisan berita atau
karangan lain pada umumnya. Wacana sebagai satuan bahasa tertinggi atau
terbedar adalah pengertian (gagasan, ide, konsep dan sebagainya) yang lengkap
dan utuh. Wacana dibangun oleh sebuah paragraph atau lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar