Senin, 12 Mei 2014

intisari bab 1-4




Nama   : Anggun Saymona
Nim     : 06121402029
Prodi   : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Intisari Bab 1-4
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Secara lisan misalnya, harus digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat-rapat dalam instansi pemerintahan, dalam pendidikan, pengajaran dan sebagainya. Secara nasional, tentu juga harus menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan jurnalistik lokal atau kedaerahan boleh saja menggunakan bahasa daerah, bukan bahasa Indonesia. Dari dua pembagian itu pun dikenal adanya ragam formal lisan dan ragam formal tulis. Ragam sastra banyak menggunakan kata-kata dengan makna kias, banyak menggunakan ungkapan, banyak menggunakan berbagai bahasa, dan sebagainya. Sedangkan ragam ilmiah bersifat lugas, tidak menggunakan kata-kata dengan makna kias, dan hampir tidak menggunakan ungkapan dan gaya bahasa tetapi banyak menggunakan istilah-istilah yang sesuai dengan bidang ilmu atau bidang kegiatan yang dibicarakan.
Bahasa jurnalistik atau bahasa indonesia ragam jurnalistik juga mempunyai ciri-ciri sendiri yang membedakannya dengan ragam-ragam bahasa lainnya. Ciri-ciri ragam bahasa jurnalistik adalah sesuai dengan tujuan tujuan jurnalistik dan siapa pembaca ragam jurnalistik itu. Prof. John Hohenberg (liha5t Rosihan Anwar 1991) menyatakan bahwa tujuan semua penulisan karya jurnalistik adalah menyampaikan informasi, opini, dan idekepada pembaca secara umum. Dengan kata teliti berarti informasi yang di sampaikan harus benar, akurat, dan tidak ada rekayasa berita. Dengan kata ringkas dan jelas berarti kalimat-kalimat yang digunakan tidak bertele-tele, kata-kata yang digunakan tepat secara semantik dan gramatikal. Dengan kata mudah mengerti berarti para pembaca tidak perlu buang energi (untuk membuka kamus) mencari makna kata atau kalimat yang digunakan. Lalu dengan kiata menarik berarti berita yang disampaikan disusun dalam kalimat-kalimat atau kata-kata yang menarik sehingga orang ingin membacanya.
Pembaca ragam bahasa jurnalistik adalah semua anggota masyarakat pada umumnya. Siapa saja boleh dan dapat menjadi pembaca karya jurnalistik. Bagaimana konkretnya ragam bahasa jurnalistik, kiranya dapat ditarik dari “Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers” yang merupakan hasil kesepakatan para peserta Karya Latihan Wartawan (KLW) ke-17 PWI Jaya yang dipimnpin oleh H. Rosihan Anwar pada bulan November 1975 di Jakarta, dan dari “Suatu Model Style Book” dari Prof. John Hohenberg (lihat Rosihan Anwar 1991). Kedua sumber itu dapat disimpulkan, bahwa bahasa Indonesia ragam jurnalistik.
Andaikata semua jurnalistik mengikuti pedoman di atas tentru tidak ada tuduhan bahwa bahasa jurnalistik (koran, majalah, tabloid) “merusak” bahasa Indonesia, seperti banyak dituduhkan orang. Tuduhan bahasa Jurnalistik atau pers merudak bahasa, menurut J.S. Badudu, pendidik dan pakar bahasa Indonesia, bukan hanya dilontarkan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga dilontarkan oleh masyarakat dari negara lain terhadap bahasa jurnalistik mereka. Sebagai wartawan senior, Slamet Djabarudi meyakini memang banyak sekali kesalahan bahasa ytang terjadi pada dunia pers, tetapi bukan berarti tidak ada usaha untuk memperbaikinya. Menurut beliau, bahasa pers dan bukan pers sama saja, yaitu sebagai alat untuk menyampaikan pesan.
Kediatan utama seorang jurnalistik adalah mencari, menulis dan menyiarkan berita sampai diketahui dan diterima oleh orang banyak akan berita itu. Ras Siregar (1982), yang dikenal sebagai sastrawan Indonesia, tetapi juga pernah menjadi dosen pada akademik publisistik, secara sederhana ,mengatakan bahwa berita adalah kejadian yang diulang dengan menggunakan kata-kata. Sering juga ditambah dengan gambar atau hanya berupa gambar-gambar saja.
Pada hemat kami masih ada lagi peristiwa atau kejadian yang layak berita, yaitu peristiwa atau kejadian yang bersifat kontroversial. Misalnya, peristiwa yang melibatkan petinggi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang seharusnya memberantas korupsi, malah terlibat dalam skandal penyuapan. Begitu juga peristiwa atau kejadian yang menyangkut orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum, tetapi malah melakukan pelanggaran hukum, seperti kasus adanya jaksa menerima uang suap dalam jumlayh miliaran. Seperti diketahui setiap berita jurnalistik harus memenuh8i 5W+1H, yaitu what, who, where, when, why, dan how. Atau apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana.
Tajuk rencana atau editorial biasanya berisi uraian komentar, dan pendapat redaksi mengenai masalah yang sangat aktual pada hari itu atau pada hari-hari sebelumnya. Artikel lepas, misalnya uraian tentang politik, perdagangan, ekonomi, agama, budaya, dan sebagainya lazimya ditulis oleh para pakar di bidangnya yang tidak langsung bergelut dalam bidang jurnalistik.
Iklan atau advertensi pada dasarnya adalah suatu penawaran untuk menggunakian suatu produk, atau mengikuti suatu layanan jasa. Tulisan pembaca biasanya berisi keluhan mengenai hal-hal yang dialami. Pojok biasanya berisi hal-hal yang bersifat santai dan menggunakan ragam bahasa yang jauh dari ragam jurnalistik maupun ragam bahasa formal (bahasa baku).
Penulisan berita, apa pun jenisnya, adalah pekerjaan karang mengarang. Jadi, kaidah-kaidah karang-mengarang haruslah diterapkan dalam penulisan berita itu, di samping rambu-rambu khusus yang berlaku dalam dunia jurnalistik. Rambu-rambu itu berkenaan dengan cara penulisan judul berita, teras berita (lead, intro), tubuh berita (detail), dan bagian penutup.
Judul berita disebut juga kepala berita atau headline news, harus dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menarik dan “hidup”. Umpannya, untuk membuat judul lebih “hidup” dan lebih menarik perhatian.
Dalam jurnalistik Indonesia ada beberapa istilah untuk menyebut Teras Berita (Inggris Lead), yaitu pengantar berita, awal berita dan intro. Dalam buku ini digunakan istilah Teras Berita, istilah yang ditetapkan oleh kantor berita “ Antara” (Rosihan Anwar 1991). Teras berita adalah bagian yang penting dari sebuah berita, yang ditempatkan pada paragraph pertama dibawah judul berita.
Berita kisah, juga berita langsung, dan berita ringan, pada hakikatnya adalah sebuah karangan utuh, yang harus mengikuti kaidah-kaidah penulisan sebuah karangan. Hanya, coraak dan kelengkapan isinya yang mungkin berbeda.
Sebagai alat komunikasi verbal atau alat interaksi social antar manusia, bahasa memiliki wsatuan atau satuan-satuan yang digunakan dalam penulisan berita atau karangan lain pada umumnya. Wacana sebagai satuan bahasa tertinggi atau terbedar adalah pengertian (gagasan, ide, konsep dan sebagainya) yang lengkap dan utuh. Wacana dibangun oleh sebuah paragraph atau lebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar